Senin, 11 Mei 2015

CATATAN PUISI BULAN MEI 1 TAHUN 2015 KARYA SLAMET PRIYADI 42


Slamet Priyadi

KEMBARA KE ALAM KAMA GARWA
Karya : Slamet Priyadi

Aku kembara ke alam kama garwa saat terlelap panjang
Mimpi indah tentang garwa  yang telah lama sirna hilang
Di saat hampa sukma jiwani raga terasa melayang-layang
Menghiasi alam mimpi seraut wajah bentang membayang
Senyum di kulum goda hasrat jiwa nan kering kerontang
Jerat belenggu kuat  tubuh terikat raga pun terlentang
Serasa jiwa kosong hampa gamang bukan alang kepalang
Terlelap di dunia gelap terjatuh di saat mabuk kepayang

Maka sukma jiwa jasmani raga pun terasuk nafsu kama
Langlang pancang  berkayuh kencang di samudra cinta
Bersama garwa di taman sari mandi wangi bunga-bunga
Kembang warna-warni pancar kemilau sutera dewangga
Raib sirna segala nestapa  hanyut dalam nikmatnya rasa
Terus berkayuh manjakan kama meski tiadalah berdaya
Terus saja larut tak pernah surut di dalam kama garwa
Serasa jiwa gamang terumbang-ambing tak ada arahnya

Di dalam lelah lemahnya raga, dalam lelah luluhnya jiwa
Atmaku menjalar ke  luar mematuk kulit  naluri sukma
Ajak kembali ke balairung istana indah tak ada duanya
Istana tempatku bermanja, bercanda bersama keluarga
Istana tempatku berkeluh-kesah di saat gundah gulana
Ungkapkan isi jiwa yang acapkali datang meronta-ronta
Paparkan segala peristiwa putuskan belenggu problema
Untuk jadikan mahligai rumah tangga keluarga bahagia

Maka kubentang sayap terbang tinggalkan nafsu kama
Yang selama ini belenggu kuat-kuat naluri putih di jiwa
Kepak sayap melayang gancang tinggalkan dunia garwa
Kembali ke istana indah hidup rukun di dalam keluarga   
Maka kulempar lontar nafsu birahi kama  dari angkasa
Arahkan ke istana yang terindah garwaku satu-satunya
Nun jauh di balik lereng gunung Salak nan sejuk cuaca
Di Kampung Pangarakan, Bogor, Jawa Barat Indonesia

Senin, 11 Mei 2015 – 23:05 WIB
Slamet Priyadi di Pangarakan, Bogor


BERSERAH DIRI DENGAN PUJA DAN PUJI
Karya : Slamet Priyadi 42

Di dalam dirimu bersemayam sifat tetumbuhan
Tumbuh alami berkembang dalam habitat insan
Berprinsip biologis dengan gunakan lingkungan
Berakar jalar melar dan besar dalam kebebasan

Di dalam dirimu juga bersemayam sifat khewan
Selalu manjakan selera dan keinginan-keinginan
Rasa laku hewan yang harus terus dipancarkan
Derak gerak ‘tuk hidup di dalam keseimbangan

Di  dalam dirimu pun semayam sifat intelektual
Mampu temukan benar-salah dalam laku netral
Mampu memilahkan tentang baik-buruknya soal
Bisa kendalikan emosi pikir rasa secara gradual

Di  dalam dirimu malah bersemayam sifat Tuhan
Mau memberi mengasihi meskipun harap imbalan
Bisa berkarya, bisa mencipta meski masih tiruan
Tapi kamu aku juga kita semua bukanlah Tuhan

Maka selayaknya dan seharusnya kita serah diri
Selalu terima kasih, berdoa, memuja tiada henti
Ke hadhirat Tuhan Maha Kasih, Maha Pemberi
Pencipta jasmani rohani Penentu hidup dan mati

Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 10 Mei 2015 – 08:17 WIB


A G E M A N
Oleh: SP091257

Kebenaran itu menguatkan keyakinan
Keyakinan itu memunculkan kekuatan
Kebenaran,  keyakinan,  dan kekuatan
Jadikanlah dia  sebagai pustaka acuan
Tuk dijadikan pedoman dasar ageman
Dalam mengatasi berbagai persoalan
Macam-macam problema kehidupan
Dengan percaya pada kuasa Tuhan

Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 09 Mei 201521:18 WIB


BISIKAN RELIGI ANGIN PAGI
Karya: Slamet Priyadi

Aku langkahkan kaki berjalan tertatih-tatih
Di jalan setapak yang becek, basah berbuih
Digenangi air hujan gerimis yang turun lirih
Kudaki jalan panjang berkelok dengan gigih
Berlatih laku sabar meraih jiwa putih bersih

Semilir angin pagi  yang berhembus perlahan
Hujan gerimis rinai yang basahi tetumbuhan
Jalan yang dipenuhi belukar dan lata hewan
Tak surutkan aku untuk teruskan berjalan
Melangkah pasti telusuri bukit Pangarakan

Saat kakiku melangkah tertatih, terseak-seok
Di  jalan setapak yang panjang berkelak-kelok
Dan hujan gerimis bagai terus mengolok-olok
Ada  desir semilir angin pagi berbisik selorok
Seperti beri pesan religius  yang penuh amok

Wahai tuan,  makhluk  Khalik Sang Pencipta
Mengapakah masih  berpolah angkara murka
Suka sekali menghujat, menghasut, memfitna
Bersikap  tamak,  sombong, busungkan dada
Padahal  kau itu hanya makhluk tak berdaya

Mekploitasi air, daratan, udara di mayapada  
Bahkan kutak-katik korupsi uangnya negara
Adalah peristiwa keseharian nyata dan fakta
Semua  tak bisa lagi ditolerir keberadaannya
Sudah jauh dari etika dan perilaku beragama

Wahai manusia makhluk Khalik Sang Pencipta
Jika Rab kita, Tuhan kita  sirnakan kasih-Nya
Jika Sang Khalik Pencipta Semesta ini murka
Tiada ada makhluk di dunia mampu menunda
Karena itu, jauhkan perilaku kotor teernoda!


Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 09 Mei 201505:27 WIB


KISAH NEGERIi YANG TAK LAGI BERWIBAWA
Karya: Slamet Priyadi

Inilah kisah cerita tentang negeri kacau-balau
yang setiap pagi  mentarinya  bersinar kemilau
yang dahulu hutannya begitu lebat menghijau
yang bermacam satwa dendang riang berkicau
yang  sawahnya  bentang  luas di semua pulau
yang penduduknya  bersikap ramah memukau

Kini semua itu seperti sudah tak nampak lagi
Hanya sang mentari yang senyum sambut pagi
Pancaran sinarnya merasuk sukma raga jiwani
Sehat hangat sedikit menyengat terpa badani
Saat berjalan sendiri tak seorang pun temani
Semua pergi tinggalah aku bermenung sendiri

Hutan yang dulu lebat menghijau ganti warna  
Bermacam satwa dulu riang di pohon berduka
Hamparan sawah nan luas telah berubah rupa
Jadi gedung tinggi yang berdiri kokoh perwira
bagai bromocorah berkacak pinggang jumawa
Hiasi Negeri berantah yang tak lagi berwibawa

Di antara benar dan salah sukarlah beda dicari
Sebab kebenaran Tuhan tak lagi jadi acuan diri
Kebenaran oleh manusialah yang  menjadi pasti
Merasa paling benar di  atas kebenaran sendiri
Merasa paling pintar di atas kepintaran sendiri
Bersikap angkuh, congkak, tak mau kontrol diri

Negeri ini memang sudah kacau-balau dan anarki
Seperti sudah tak ada sosok yang bisa diteladani
Di hampir semua instansi  terlibat kasus korupsi
Perilaku koruptif sudah membudaya, mentradisi
Diaktori oknum pejabat politikus dan organisasi
Kejahatan kriminal  menyebar di  seluruh negeri

Akan tetapi,  Nusantara adalah negeriku tercinta
Di mana jiwa dan ragaku ‘lah menyatu di dalamnya
Bersama  tosan aji mantra sakti Garuda Pancasila
Aku ‘kan terbang layang kembara arung jagad raya
 Kuak  mega-mega luluh-lantakkan  angkara murka
Ya, Tuhan!  jauhkan negeri kami dari mala petaka


Senin, 04 Mei 2015 – 21:08 WIB
SP091257
(Bumi Pangarakan, Bogor)
 

DI BALIK REKAYASA KUTAK KATIK KATA
Karya : Slamet Priyadi

Sastra itu, karya imajinasi yang direkayasa
Mengkutak-katik kata-kata jadi satu tema
Menganalisa urai tema jadikan satu cerita
Gambaran empiris yang berdasarkan fakta

Bagus tak bagus  bergantung komposisinya
Indah tak indah ditentukan pada kata-kata
Yang  dipilih  dan disusun sedemikian rupa
Hingga pancarkan daya keindahan estetika

Kehidupan  tanpa keindahan adalah hampa
Keindahan itu  adalah  wujud bentuk rupa
Beragam bentuk gores sketsa warna-warna
Pemberian dari Tuhan Sang Maha Pencipta

Dan kitalah yang mengolah, membentuknya
Jadikan  warna hitam, putih, merah, hingga
Hijau, kuning, biru, dan warna yang lainnya
Tuhan, hanya menilai baik buruk karya kita

Tetapi kita teramat seringlah alpa dan lupa
Selalu menganggap karya kita bagus adanya
Berpamrih besar mengharap pujian manusia
Bersikap angkuh, suka carmuk, cari muka

Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 03 Mei 2015 – 1905 WIB


TIADA KESEDERHANAAN DALAM HUJRAHMU
Karya: Slamet Priyadi

Di mana,  di mana, dan di manakah hujrah Nabi?
Ke mana, ke mana, dan ke manakah hujrah Nabi?
Tempat  Nabi  hidup dengan kesederhanaan diri
Tempat  Nabi  menerima  wahyu dari Ilahi Rabbi
Tempat  Nabi berfikir  dan selalu merenung diri
Tempat Nabi atur siasat ‘tuk kebahagiaan hakiki
Hidup bahagia di dunia maupun di akhirat nanti

Dimana hujrah tempat Nabi, sekarang ini dimana?
Tempat  makan bersama dengan khadam kasihnya
Menambal  terompa dan gamis yang robek nganga
Dan, dimana, dimana, dimanakah pintu hujrahnya?
Yang senantiasa selalu terbuka bagi si miskin papa
Dimanakah gerangan lapik Nabi? dimana, dimana?
Tempatnya bebaring  saat susah, senang, nestapa

Dimanakah hujrah tempat jenazah Nabi dibaringkan?
Saat kaum muslimin tua, muda, laki dan perempuan
Rapih Berbaris berjejer ucapkan selamat perpisahan
Dengan air mata deras menetes, linang bercucuran
Dengan rasa nestapa mendalam karena ditinggalkan
Manusia teladan sejati Muhammad Nabi akhir zaman
Sang Pencerah, Sang Pembebas belenggu kebodohan 

Sekarang tempat hujrah bersejarah itu sudahlah lenyap
Hujrahnya yang asli sudah tiada ada lagi sirna menguap
Dan tiadalah mungkin lagi bisa dijumpai rasa hati kalap
Sebab ‘lah berganti hujrah mewah penuh hias gemerlap
Berhias emas, bertahtakan ratna manikam kerlip-kerlap
Tak ada wajah penuh kesederhanaan yang bisa ditatap
Laksana ajaran Nabi Muhammad yang tegas dan sigap

Maka di  dalam doanya Nabi pun mohon kepada Tuhan
“Ya, Allah! Jangan jadikan kuburku berhala kemewahan”
Yang selalu disembah-sembah,  dipuja-puja  setiap insan
Dan itu berarti, Nabi Muhammad tidak  menginginkan
Kuburnya dipermewah-mewah,  apa lagi di keramatkan
Maka, terapkanlah  Islam sesuai dengan  acuan ajaran
Yang telah dicontohkan Muhammad Nabi akhir zaman

Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 03 Mei 2015 – 08:10 wib


"ULAR WELING DI PERIGI BUKIT CIBELING"
Karya: Slamet Priyadi 42

Saat Surya pagi pancarkan sinarnya yang putih keperakan
Merasuk celah-celah jendela bambu bilik kamar peraduan
Dan sentuh keriput kulit wajahku terasa menghangatkan
Sadarkan  aku dari gelap tidur lelap yang berkepanjangan
Kusingkap selimut tebal motif tumpal yang lekat di badan
Lalu bangkit dari amben panjang mata menatap ke depan

Nun,  jauh di sana nampak hamparan bukit hijau Cibeling
Diselimuti kabut nan putih yang menebari bukit sekeliling
Sang mentari sembul di balik bukit sang fajar menyingsing
Jalan panjang berbatu kelak-kelok kitari curamnya tebing
Jernih air pancuran mengalir di parit solokan menggasing
Bangkitkan hasrat ‘tuk langkah ke sana obati rasa pening

Dan,  aku pun berangkat pergi tanpa alas di telapak kaki
Berjalan sendiri langkah mendaki bukit Cibeling yang sepi
Menuruni  jalan terjal berbatu, mendaki jalan kelok tinggi
Di pancuran sebatang bambu hijau, air mengalir ke perigi
Aku basuhkan muka bersihkan wajah dan bercermin diri
Dalam jernihnya air perigi tersembul wajah kotor berdaki

Aku tersentak, terperangah, wajah itu wajahku sendiri
Tampak jelek, dipenuhi bintik-bintik kutil tajam berduri
Maka  kubenamkan muka  selami lagi air di dalam perigi
Di balik batu hitam, ada ular weling sepanjang dua kaki
Ke  luar menjalar berkata  seperti berpesan menasehati
“Tuan, cepatlah kembali,  jangan lupa keluarga sendiri!”

Pesan magis ular weling sadari aku dari apa yang terjadi
Dengan pakaian basah kuyup aku pergi tinggalkan perigi
Kembali ke pondok tua berbilik bambu milik aku sendiri
Sambil pikirkan dengan segala kejadian yang baru kualami
Tiba-tiba, aku terjatuh dari amben panjang yang kutiduri
Dan, aku baru sadar, rupanya  semua itu hanyalah mimpi
  
Sabtu, 02 Mei 2015 – 18:13 WIB
Slamet Priyadi 42 di Pangarakan, Bogor




BERCERMINLAH PADA PIKIR DAN RASA
Karya: Slamet Priyadi 42

Aku baringkan tubuh saat kantuk akut sentuh mata
Di  lamin bambu yang hanya beralas tikar pandan tua
Saat waktu lewat di  perut malam pukul kosong dua
Berselimutkan kabut dingin yang rayapi malam gulita
Serasa tiada ada  batas tepi  galaukan atma dan rasa

Sementara malam terus berjalan tanpa terang cahaya  
Wajah tengadah ke  langit nan pekat sepikan suasana
Dan, aku bercurah  pada gelap  dalam  separuh masa
Yang tersisa  di  dalam jasmani, rohani, jiwa, dan raga
Yang tuntut diri bercermin pada atma, pikir dan rasa

Kebebasan itu adalah rantai belenggu kesucian naluri
Mengikat kuat kebenaran bertandang munculkan diri
Mengekang  segala  laku ‘tuk berbuat benar dan suci
Melepas nafsu-nafsu angkara murka tak berbatas lagi
Yang menjerumuskan dan hancurkan bangunan jiwani

Bercermin pada pikir dan rasa berdasar ajaran Illahi
Yang selalu lindungi, memproteksi  jiwani dan ragawi
‘Tuk berbuat baik,  bijak dan bajik  tanpa dinasehati
Adalah sikap perilaku terpuji dari  dalam lubuk hati
Yang meski diapresiasi dan diekspresikan dalam diri

Jumat, 01 Mei 2015 – 15:00 WIB
Slamet Priyadi 42 di Pangarakan, Bogor