Ku kuak juga kenangan ini meskipun terasa sakit
Lewat baris kata-kata nan bersahaja puisi berbait
Saat kita berdua berjalan di pinggiran parit keruh
Di Angkasa Puri tahun sembilan belas tujuh tujuh
Dan, jari jemari kita saling menggamit erat kukuh
Lewat baris kata-kata nan bersahaja puisi berbait
Saat kita berdua berjalan di pinggiran parit keruh
Di Angkasa Puri tahun sembilan belas tujuh tujuh
Dan, jari jemari kita saling menggamit erat kukuh
Tiada kata-kata yang terucap ataupun tegur sapa
Hanyalah tatapan mata dan hati kita lirih bicara
Bercerita tentang mahligai rumah tangga bahagia
Yang akhirnya sirna pupus tak jelma dalam nyata
Pecah berbongkah-bongkah Cuma kenangan sisa
Hanyalah tatapan mata dan hati kita lirih bicara
Bercerita tentang mahligai rumah tangga bahagia
Yang akhirnya sirna pupus tak jelma dalam nyata
Pecah berbongkah-bongkah Cuma kenangan sisa
Hingga kini kenangan
itu masih saja menggodaku
Masih terus mengganggu jiwaku di setiap waktu
Merobek, mengoyak-ngoyak hati dan jantungku
Masih terus mengganggu jiwaku di setiap waktu
Merobek, mengoyak-ngoyak hati dan jantungku
Sukmaku keloro-laro,
luka terasa semakin perih
Semakin pedih sebab
cita-cita itu tak bisa terraih
Bongkah-bongkah
kenangan itu semakin membaka
Jadi batu prasasti bertulis kenangan lama cinta kita
Tentang tujuan
cinta yang tak pernah menjadi nyata
Tentang cita-cita mahligai rumah tangga yang sirna
Dan aku hanya
bisa menerima dengan ikhlas dan rela
Kehidupan memang
laksana irama, garis dan warna
Merah, kuning, biru, hijau, indah dipandang mata
Terkadang sedih menangis kadang riang tertawa
Dan, semuanya itu adalah rentang jalan panjang
Tentang lakon hidup manusia laksana wayang
Merah, kuning, biru, hijau, indah dipandang mata
Terkadang sedih menangis kadang riang tertawa
Dan, semuanya itu adalah rentang jalan panjang
Tentang lakon hidup manusia laksana wayang
Utan Kayu Selatan,
21 Desember 2014/03:35 WIB
21 Desember 2014/03:35 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar