Sabtu, 25 Juli 2015

"CATATAN PUISI BULAN JULI TIGA" Karya Ki Slamet 42

KI SLAMET 42

“DARI MUKJIZAT SAMPAI ISTIDRAJ”
Karya: Ki Slamet 42

Mukjizat itu kekuatan luar biasa yang melekat pada Nabi
Tak bisa di cerna akal sehat sebab pemberian Ilahi Rabbi
Kepada semua utusan-utusannya sebagai pertanda bukti
Kebenaran atas kerasulannya,  yang amat suci nan murni
Yang mampu mengatasi, segala perkara aneh yang terjadi
Yang ingin rusak ajaran suci Nabi,  tentang aqidah Islami

Mukjizat tiada bisa dipelajari,  ia muncul atas seizin Ilahi
Bagai tongkat Nabi Musa kalahkan para penyihir Fir’auni
Seperti Nabi Isa hidupkan kembali orang yang telah mati
Laksana perahunya Nabi Nuh yang arungi bahtera bahari
Bagaikan Nabi Ibrahim dapat mendinginkan panasnya api
Sepertilah Nabi Muhammad dengan Al-Quran kitab suci

Karomah itu,  kekuatan luar biasa dari Tuhan Ilahi Rabbi
Yang juga, tiadalah bisa untuk dapat dicari dan dipelajari
Karena karomah adalah aji pengasih Tuhan Allahu Rabbi
Yang diberikan buat hambanya yang saleh bagai para Wali
Sebagai penghargaan atas ketaqwaannya yang amat tinggi
Dalam menjalankan perintah dan laranganNya yang hakiki

Sihir itu satu kekuatan dari syetan yang nampaknya sebat
Bertujuan, untuk wujudkan segala nafsu bejat, dan jahat
Agar terjadi kerusuhan, yang timbulkan kerusakan hebat
Sihir itu,  dapat dipelajari dengan rapal mantra kuat-kuat
Berpuasa ngalong,  ngebleng, ngepel,  pati geni, ngeruwat
Segala perilaku galat, kualat, bejat dan jahat tiada diralat

Sedangkan istidraj, adalah satu kekuatan penuh muslihat
Yang nampaknya aneh, luar biasa kuat dan terlihat hebat
Padahal Cuma tipuan hanya ada di kulit mudah mencelat
Istidraj berarti mengelabui sedikit demi sedikit ‘tuk gurat
Diberikan oleh Tuhan pada orang-orang yang kafir kualat
Sebagai ujian tipu daya, agar orang piturut berbuat jahat

Bumi Pangarakn, Bogor
Selasa, 21 Juli 2015 – 19:20 WIB

 
“MAKA, BERSERAHLAH KEPADA TUHAN YANG ESA”
Karya : Ki Slamet 42

Aku tulis puisi ini hanya untuk ungkap geliat hati
Agar bisa mereda gelegak jiwa yang tak mau henti
Yang terus saja menguak tirai sukma relung jiwani
Arungi bahtera untuk hayati arti dan makna religi
Tentang  qadha’ qadar Maha Penentu Ilahi Rabbi
Seperti yang tertera di dalam Al-Quran kitab suci

“Dan, segala sesuatu di sisi-Nya, itu pun telah ada
Hinggaannya,  qadar jangkauannya.” (Ar Ra’du : 8)
Tuhan itu telah berikan petunjuk kepada manusia
Berupa atma, pikir dan rasa, juga petunjuk agama
Agar manusia dapat membeda baik dan buruk laga
Dalam berupaya beramal baik dan tak lupa berdoa

Manusia dengan upaya sesuai takdir,  pasti berhasil
Sebab segala tingkah polah kita, hanyalah mengintil
Sebagaimana  di dalam Al-Quran telah ada ternukil
Kitab suci petunjuk sejati pabila salah itu mustahil,
“Katakanlah, tidak akan menimpa kita selain apa-apa
Yang t‘lah ditentukan Allah bagi kita.”(Al Bara’ah:51)

Kemauan keras dalam berikhtiar, tidaklah akan nihil
Asalkan tak lupa dan terus berdoa, hati jangan labil
Sebagaimana  di dalam Al-Quran, telah ada ternukil,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan
Suatu kaum,  kecuali  setelah  mereka itu  berupaya
Mengubah  sendiri, apa-apa yang ada  pada dirinya.”
( Ar Ra’du : 11 )

Adalah tersebut istilah qadha’  qadar yang mubrom
Kepastian  ketentuan Tuhan,  yang tiada terelakkan
Seperti jodoh, rizqi, mati,umur manusia dan lain-lain
Ada pula disebut  nama, qadha’ qadar yang mu’allaq
Yang atas kuasa,  dan kehendak-Nya, Tuhan berhaq
Merubah keadaan,  atas dasar ikhtiar keras manusia

Maka,  sudah seharusnya,  kita beriman dan percaya
Kepada qadha’ qadar Allah,  seraya selalulah berdoa
Mengikuti segala perintah dan larangan-laranganNya
Sebab amal baik atau pun buruk, itu ada balasanNya
Dan,  segala peristiwa itu terjadi atas kehendak-Nya
Maka heninglah, serah diri kepada,  Tuhan Yang Esa

Bumi Pangarakan, Bogor
Selasa, 21 Juli 2015 – 11:28 WIB

 
“MAKA AKU SONGSONG REALITA”
Karya : Ki Slamet 42

Atma dan rasaku melanglang ke mana-mana
Kembara,  susup telusup ke alam dewangga
Kepakkan lebar-lebar, kedua sayap roh jiwa
Terbang jauh, tuju ke alam luar marcapada

Di alam hening jiwa memancar warna-warna
Hitam, kuning, biru, hijau dan merah Jingga
Dilambari selimut nan putih seluas jaga raya
Sukma terasa bahagia sebab duka lara sirna

Segala kenangan saling lekat bercengkerama
Bercerita tentang pernik-pernik rasa asmara
Yang tiada pernah mau lepas raib dari garba
Terus saja menggeliat bergelora dalam dada

Di ambang batas pagi pun kembali atma rasa
Terasa kesegaran resap rasuki jiwa dan raga
Sembuhkan luka di jiwa, lenyapkan problema
Songsong realita dunia nan penuh romantika

Bumi Pangarakan, Bogor
Senin, 20 Juli 2015 – 14 WIB

 
“HATI GERING KERING KERONTANG”
Karya : Ki Slamet 42

Hingga pukul dua belas, tengah malam begini
Aku masih jua belum bisa,  pejamkan mata ini
Maka,  kuambil gitar di dalam bilik kamar sepi
Aku nyanyikan kidung sunyi,  jemariku menari
Petik temali gitar lantunkan tembang memori
Lagu-lagu asmara saat masih saling mencintai

Suara gitar bersenandung kidung nan kelam
Mendayu-dayu  dibawa hembus angin malam
Menerpa tubuhku, terasa dingin mencekam
Ingatkan aku,  pada peristiwa di  masa silam
Waktu kita bernyanyi duet berdua merekam
Lagu-lagu cinta kita yang tiada bisa diredam

Nun di langit sana,  cerah terang benderang
Wajah  Sang Puteri Dewi Malam  mengayang
Ditemani  dayang-dayang,  lintang-kemintang
Sinarilah hati Pertiwi yang sedang meradang
Duka lara, sakit hati, perih, terasa sumelang
Sebab bumi, menjadi makin kering kerontang

Bukit  berwarna merah  hanya gunduk tanah
Tak ada lagi  ditumbuhi  pohon-pohon  galah
Yang dulu  jejer berderet-deret  limpah ruah
Gunung pun  letuskan magma  seperti marah
Sebab masyarakat sekitar lupalah adat polah
Budaya jaga, lingkungan alam  tumpah darah

Hingga menjelang pagi, mata tak mau kantuk
Kepalaku terantuk, hati rasa tertusuk-tusuk
Bibir bergetar bersumpah serapah mengutuk
Mengapa nasibku bisa menjadi begini buruk ?
Bagaikan bangkai,  yang sebarkan  bau busuk
Semua pergi menjauh, seraya berkasak-kusuk

Dalam kesendirian,  pikirku  gamang melayang
Tak mampu lagi untuk berpikir secara tenang
Jari jemariku pun tak bisa lagi tari bergoyang
Cuma bisa petik gitar mainkan nada sumbang
Seperti kolam,  yang tiada ikan mau berenang
Bagai hati gering,  yang kian kering kerontang

Bumi Pangaraan, Bogor
Selasa, 14 Juli 2015 - WIB

Selasa, 14 Juli 2015

CATATAN PUISI BULAN JULI 2 KARYA : KI SLAMET 42

Image "Berlebaran" ( Foto: SP )
Berlebaran
“BERBAGI RIZKI DI HARI YANG FITRI”
karya :  Ki Slamet 42

Jika,  sudahlah kita lalui,  bulan Ramadhan ini
Jalani puasa sebulan penuh  sebagai ujian diri
Di dalam tahan bermacam nafsu  di siang hari
Rasa lapar, haus, marah, birahi, iri dan dengki
Dengan ucap syahadat,  salat,  zakat,  berhaji

Maka,  tibalah  saatnya kita,  di hari yang suci
Hari Idul Fitri,  saling nyalami, bersilaturrahmi
Saling bermaafan kepada sesama, sanak famili
Pada para tetangga,  yang rumahnya berlokasi
Di depan, di belakang, di sisi kanan dan di kiri

Salinglah  berbagi,  jika  peroleh, berlebih rizki
Pada si miskin anak-anak yatim piatu dan piati
Agar riang gembira,  suka ria di hari yang fitri
Berjalan, berlari kian kemari, saling menyalami
Di masa anak-anak dulu kita pun pernah alami

Mudik lebaran di kampung suami atupun istri
Saling silaturrahmi, bagi rizki di hari yang fitri
Memang  sudalah biasa,  menjadi adat  tradisi
Ummat Islam, di negeri gemah ripah loh jinawi
Yang dibangun dari nilai-nilai, Pancasila Sakti

Bumi Pangarakan, Bogor
Senin, 13 Juli 2015 - WIB

Image "Dewa Ruci" ( Foto: Google )
Dewa Ruci
 
“KISAH BIMA MENCARI SARI TIRTA PRAWITA”
Karya : Ki Slamet 42

Terkisahlah cerita,  kata yang empunya cerita
Sang Bima Arya Sena,  masuk  ke dasar segara
Untuk mencari air hakikat, Sari Tirta Prawita
Agar jiwa rohaniahnya dan raga jasmaniahnya
Menjadi suci wujudkan sifat Tuhan Yang Esa
Penuh kasih sayang pemurah, adil dan lainnya

Namun, ia tak bisa masuk ke dalam samudera
Karena tubuhnya, ditopang gajah Setubanda
Sang Bima Arya Sena tiadalah merasa berada
Di punggung gajah Situbanda  yang berupaya
Mencegahnya,  agar tiada lanjut cari Prawita
Bima bertekad untuk teruskan perjalanannya

Maka marahlah, Gajah Setubanda pada Bima
Tubuh Bima,  dilemparkan dari punggungnya
Terbawa  ombak,  tenggelam  ke dasar segara
Demi melihat kejadian itu keluarga Pandawa
Semua saudara yang ada di kerajaan Amarta
Berduka cita, sebab  Sang Sena pasti perlaya

Kisah Cerita  tentang Sang Bima,  Arya Sena
Bertekad cari hakikat, air Tirta Sari Prawita
Ada di dalam cerita  kesenian wayang purwa
Lakon Dewa Ruci karya cipta Sang Pujangga
Ditulis oleh Wali bijaksana tuk da’wah agama
Di negeri gemah ripah Nusantara Jawadwipa

Suatu gambaran,  kegigihan seorang manusia
Bernama, Bima Sena yang ingin capai kepada
Ma’rifatullah,  taraf tauhid yang sebenarnya
Segalanya dilakukan cuma untuk ibadah saja
Pasrah berserah diri pada Dia Sang Pencipta
Bagai mati dalam hidup“ngelem ing samodra”

Sesudah terlontar dari punggung Situbanda
Sang Bima pun tenggelam ke dalam samudra
Tubuhnya dililit naga liar, yang gigit pahanya
Maka,  dengan senjata kuku Panca Nakanya
Ia tusuk leher naga itu, hingga hilang nyawa
Meskipun dirinya  turutlah ikut mati perlaya

Menurut ilmu hakikat, malaikat berupa Naga
Dan Naga itu menolong Sang Arya Bima Sena
Agar tak berlama-lama, ia mengalami samsara
Maka,  setelah selesailah pertarungan antara
Sang Bima  Arya Sena,  melawan seekor Naga
Keduanya pupus sirna,  tak lagi berujud rupa

Dan  seketika itu, nampaklah di dasar segara
Bima,  Arya Sena  berhadapan  dengan Dewa
Yang postur tubuhnya lebih kecil dari dirinya
Sedangkan wujud rupa,  sama tiada berbeda
Dialah Sang Dewa Kerdil, Dewa Ruci namanya
Meski bertubuh kecil bisa lahap jagad seisinya

Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 12 Juli 2015 - WIB

Image "Al-Quran ( Foto: SP )
Al-Quran

“AL-QURAN KITAB SUCI PETUNJUK SEJATI”
Karya : Ki Slamet 42

Membaca buku kitab lebih lagi kitab Al-quran nan suci
Hendaklah dibaca setiap hari sebelum terbit Matahari
Sebab pada saat itu, kebersihan diri masih lekat di hati
Segala atma dan rasa menebar,  getarkan ion-ion jiwani
Layaknya sunnah Rasulullah Muhammad Baginda Nabi
 
Al-quran sebagusnya jangan hanya dibaca, akan tetapi
Difahami dan dikaji sehingga dimengerti makna dan isi
Tentang ilmu politik, ekonomi, sosial, budaya, dan seni
Semuanya, segalanya ada serba terperinci jika didalami
Sebab Al-quran adalah karya Dia, Rab Sang Maha suci

Al-quran seharusnyalah dijadikan acuan pedoman diri
Dalam cari kebahagiaan di dunia, dan di akhirat nanti
Seberapa besar,  dan beratnya  perkara yang  dihadapi
Semuanya pastilah bisa dan kan terasa mudah diakhiri
Jika yakin, percaya dan mau membaca,  serta mengkaji

Al-Quran itu kitab nan suci yang berisi petunjuk sejati
Pelita penerang jalan, ‘tuk menuju ke  alam yang hakiki
Tinggalkan segala duka lara, hidup bahagia di syurgawi
Sebagai pahala yang diperoleh, karena rajinlah mengaji
Dirikan sholat, baca Al-Quran, bersikap shaleh terpuji

Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 11 Juli 2015 – 22:19 WIB

 
Image "Berebut Ssng Betina" ( Foto: SP )
Tarung
“BEREBUT SANG BETINA”
Karya : Ki Slamet 42

Jelang buka puasa, pukul lima lewat tiga puluh lima
Saat Sang Surya mulai terbenam, redupkan sinarnya
Ada tiga ekor kucing dua pejantan dan satu betina
Sang betina berguling-guling, lalu lari entah kemana

Dua sang pejantan,  saling pamerkan kekuatan raga
Bersuara keras, nyaring melengking sakitkan telinga
Peningkan kepalaku yang sedang lapar, haus dahaga
Sebab dari pagi hingga sore, betapa panasnya cuaca

Kedua kucing pejantan itu hendak bertarung beler
Berebut sang kucing betina yang sudah kabur teler
Bersembunyi di balik semak belukar ekornya ngawer
Seraya tatap sang pejantan sampai hidungnya meler

Beta berupaya melerai,  ambil sapu dan air seember
Lalu beta gebuk dengan sapu dan siram dengan aer
Bersamaan dengan  suara adzan yang  menggelemer
Kedua kucing pejantan itu, berlarian pating keleler

Beta pun segeralah masuk, kembali ke dalam rumah
Untuk buka puasa bersama keluarga  penuh berkah
Ada kurma, kolak pisang,  es kelapa muda es, buah
Semuanya membahagiakan, dan terasa begitu indah

Bumi Pangarakan, Bogor
Jumat, 10 Juli 2015 – 07:26 WIB

 
Image "Jago Pangarakan" ( Foto: SP )
Ayam Jago
“AYAM JAGOKU MEMANG JAGO”
Karya : Ki Slamet 42

Beta punya, dan pelihara seekor ayam pejantan muda
Bulunya warna merah, kecuali di ekornya hitam jelaga
Di kepalanya dihiasi jengger yang berbentuk mahkota
Pada kedua kaki tumbuh taji, dipakai sebagai senjata
Dalam berjuang gigih tarung perebutkan ayam betina

Setiap pukul dua, lewat tiga puluh menit, di pagi hari
Ayam jagoku, berkukuruyuk nyaring seperti bernyanyi
Berdendang kumandang, menguak pagi nan gelap sepi
Bangunkan aku untuk pergi, laksanakan tugas profesi
Ajar siswa dan siswi di sekolah tuk mata pelajaran seni

Ayamku suka makan ulat yang ada di daun pohon obat
Sirih,  jeruk limo, bluntas, kelutuk, taliman, tapak jagat
Semua ayam pejantan yang ada, tiada berani mendekat
Sebab mereka tak memiliki taji, tiada merasa lebih kuat
Bahkan musang mendengar kukuruyuknya lari mencelat

Aku memanglah suka sekali punya ayam jago seperti ini
Bunyi kukuruyuknya nyaring tinggi tak pula tertandingi
Bertubuh kokoh, kuat, berani tarung untuk melindungi
Ayam betina dan anak-anaknya dari careuh dan rajawali
Yang selalu saja mengintai saat pagi maupun malam hari

Bumi Pangarakan, Bogor
Kamis, 09 Juli 2015 – 03:45 WIB

Image "Pancasila Sakti" ( Foto: SP )
PANCASILA SAKTI

“KETIKA PANCASILA RAPUH TAK BERDAYA”
Karya : Ki Slamet 42

Saat Sang Rajawali Garudaku luka parah hampir mati
Kedua sayapnya tiada berdaya terikat kuat tali temali
Bulu-bulunya lepas semua, nyaris tak bisa tumbuh lagi
Tubuhnya  gemetar kedinginan tiada yang mau peduli
Maka, aku baca dalam hati, mantra aji Pancasila sakti

“Ya,  Allah Tuhanku! kuatkanlah  jiwani  Ketuhananku
Ya, Allah Tuhanku! bangkitkanlah rasa Kemanusianku
Ya,  Allah Tuhanku! kuatkan rasa Persatuan di jiwaku
Ya,  Allah  Tuhanku! kuatkanlah  jiwani Kerakyatanku
Ya,Allah Tuhanku! tumbuhkan rasa Keadilan sosialku”

Meskipun kedua matanya, masih rabun tak bisa melihat
Walaupun lehernya,  masih lunglai tiada bisa menggeliat
Kendati kedua sayapnya,  masih terbelenggu tali kawat
Badan dan kaki,  masih belum bisa  topang  beban sarat
Namun, aku yakin kelak kembali semula, sehat wal’afiat

Dan, Sang Rajawali Garudaku mampulah terbang tinggi
Kepakkan sayap menguak awan hitam yang menyelimuti
Di seluruh  Nusantara, bumi ibu pertiwi nan berih suci
Kibarkan Sang Saka Merah Putih, pusaka bangsa sejati
Kokohlah dalam kebhinekaan yang asri berwarna-warni

Dan,  UUD 45,  Pancasila sakti,  akan  selalulah berjaya
Di dalam menaungi roman kehidupan  bangsa Indonesia
Dalam bermasyarakat bernegara,  berbangsa dan agama
Kendati  berbeda-beda sukunya, agama, dan budayanya
Tetapi hidup rukun di Negeri yang Bhineka Tunggal Ika

Bumi Pangarakan, Bogor
Rabu, 08 Juli 2015 - 08:59 WIB