Selasa, 07 Mei 2013

Dongeng Burung Emprit dan Burung Tinggalanak Bag.2 Karya Slamet Priyadi diceritakan Oleh Kak Sita

Denmas Priyadi Blog | Rabu, 08 Mei 2013 | 11:36 WIB

Burung Emprit
Di atas dahan dengan daun-daun yang didapat di sekitar pohon yang mereka singgahi, mereka buat sarang untuk tempat tinggal mereka yang baru. Burung Mesir lalu membelai kedua anaknya dengan penuh rasa kasih sayang. Dalam hatinya berkata, “Oh, anakku hampir saja jiwamu melayang menyusul ayahmu. Untunglah ada pamanmu di sini yang bisa membantu dan menolong kita. Mudah-mudahan saja dia akan betah tinggal di sini menemani kita selamanya”. 

Ketika burung Mesir masih dalam lamunannya, burung emprit menyapanya perlahan, “Wahai Tinggalanak, apa yang sedang kau pikirkan? Aku melihatmu seperti dalam kebingungan. Apa ada yang mengganjal pikiranmu terkait dengan kebradaanku di sini?

Sedikit terperanjat burung Mesir menjawab pertanyaan burung emprit, “Oh, tidak...tidak... aku hanya berpikir bagaimana jika tidak ada engkau di sini, mungkin kami bertiga sudah mati menjadi santapan ular hijau kecokelatan yang buas dan sangat berbisa itu. Dan karena nya aku mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas segala pertolonganmu kepada kami”.

“Akh, saya pikir itu memang sudah seharusnya kita saling tolong menolong, bantu membantu dalam segala hal. Malah justru aku yang seharusnya banyak berterimakasih kepadamu, Tinggalanak. Aku tak bisa membayangkan, bagaimana jadinya jika aku tak berjumpa denganmu di negeri Mesir yang sama sekali masih asing bagiku ini”. Sudahlah, Tinggalanak! Kita tak perlu larut dalam pembicaraan yang tidak penting itu. Pokoknya kita sama-sama tahu sajalah. Yang penting sekarang adalah bagaimana kita mencari jalan keluar agar kita bisa terhindar dari ancaman dan mara bahaya yang disetiap saat bisa mengancam keselamatan kita dan anak-anakmu”. Demikian burung emprit berkata kepada burung Mesir. Nampaknya mereka dari waktu ke waktu sudah semakin akrab saja.

Pada satu kesempatan, burung emprit mengungkapkan hasratnya untuk mempersunting burung Mesir dan mengajak burung Mesir untuk ikut serta bersamanya kembali ke negeri Jawa Dwipa di kepulauan Nusantara, “Tinggalanak, aku ingin berterus terang kepadamu bahwa sesungguhnya aku sangat mencintaimu, dan berkeinginan sekali untuk mempersuntingmu menjadiistriku. Apakah engkau mau menerima lamaranku ini?” Demikian pernyataan isi hati burung emprit diungkapkan dengan secara terus terang dan terbuka kepada Tinggalanak, burung Mesir yang sudah memiliki dua orang anak yang masih kecil-kecil itu.

Mendengar pernyataan dan pertanyaan yang begitu  cepat dan terus terang tanpa tedeng aling-aling serta tidak diduga-duga dari burung emprit Jawa, burung Mesir menjadi terperangah, betul-betul pernyataan itu membuat kaget dirinya. Meski pun di dalam hatinya  sesungguhnya ia sangat gembira dan bahagia sekali mendengarnya. Burung Mesir masih terdiam membisu dan menundukkan kepalanya belum menjawab pertanyaan burung emprit. Sampai akhirnya pertanyaan kedua diajukan lagi oleh burung emprit Jawa,

“Bagaimana dengan pertanyaanku tadi Tinggalanak? Apakah kau mau menjadi istriku? Jika kau setuju, maka aku akan mengajakmu pergi ke kampung halamanku Negeri Jawa Dwipa di Nusantara. Negeri yang teramat elok nan permai dengan hutan dan rimba belantara  yang membentang luas, tanah persawahan dengan padi-padinya yang menguning, air sungai yang mengalir jernih, riak ombak di lautan  yang membiru, putih berkilauan bagaikan ratna mutu manikam, gemah-ripah dan loh jinawi semua itu akan kau lihat dan saksikan sendiri, Tinggalanak!”

“Iya, aku mau dan gembira sekali dengan ajakkanmu emprit. Akan tetapi bagaimana dengan anak-anakku yang masih kecil-kecil itu? Mereka  masih membutuhkan belaian kasihku. Jika kau  memang serius menghendaki aku menjadi istrimu, tunggulah tiga bulan lagi agar anak-anakku sudah bisa mandiri untuk mencari makan sendiri”. Demikian jawab burung Mesir kepada burung emprit sambil tundukkan kepalanya lelu mengusap kedua anaknya dengan sayapnya.

“Jika demikian baiklah, aku akan menunggumu dengan sabar. Dan, aku akan kembali lagi kemari tiga bulan lagi. Sekarang aku akan berkeliling-keliling mengunjungi tempat-tempat yang belum aku kenal di negeri Mesir ini”.

Singkat cerita, tiga bulan pun telah berlalu tanpa terasa. Tiba saatnya burung emprit Jawa kembali menemui burung Mesir untuk mempersuntingnya dan mengajaknya pergi kembali ke negeri Jawa Dwipa Nusanantara. Ia pun segera mempercepat terbangnya menuju tempat tinggal burung Mesir dan  kedua anaknya.

Tak lama kemudian sampailah burung emprit di tempat hunian burung Mesir. Di sana ia melihat burung Mesir sedang mengawasi kedua anaknya yang yang melompat-lompat kian kemari dengan lincahnya di antara dahan dan ranting pohon. Rupanya kedua anaknya itu sudah mulai mampu terbang sendiri.

Burung emprit Jawa segera menghampiri burung Mesir. Sementara burung Mesir masih mengawasi kedua anaknya. Ia tak menyadari kalau di dekatnya sudah ada burung emprit yang segera menyapanya;

“Hai, Tinggalanak, selamat pagi! Wakh, rupa-rupaya kedua anakmu sudah besar dan sudah mampu terbang sendiri. Mereka nampak gagah dan cantik, sungguh sepasang burung tinggalanak remaja yang serasi”.

“Oh, kau rupanya. Sungguh aku tak melihatmu datang, Emprit! Ya, kedua anakku itu, yang pejantan memang gagah dan tampan mirip bapaknya  yang betina tentunya cantik mirip ibunya, pit, pit, pit, piiiiiiiiiiit! Begitu gembira burung Mesir dengan kehadiran berung Mesir hingga tertawanya begitu lepas. Akan tetapi suasana yang penuh suka cita dari burung Mesir tak berlangsung lama. Seekor ular hijau kecokelatan dengan warna kuning keemasan di kepalanya, yang memang sejak lama sudah mengitai mereka, tiba-tiba menyergap dari belakang. Dan itu sungguh tak disadarinya. Untung saja mereka cukup sigap dan cekatan sehingga mampu menghindari serangan dan terkaman ular hijau lapar yang buas dan berbisa itu. Akan tetapi naas bagi salah satu anak betina dari burung Mesir yang baru saja bisa terbang itu tak mampu menghindar terkaman sang ular hijau yang sedang kelaparan. Dan akhirnya, anak betina burung Mesir tewas seketika dimangsa oleh ular hijau. Sementara saudaranya yang pejantan nyaris juga menjadi mangsa. Ia masih bisa tertolong karena pada saat itu burung emprit datang menolongnya dengan mengeluarkan bunyi suara yang keras dan terdengar menyeramkam. Tinggallah sang induk, si burung Tinggalanak diam terpana tak percaya dengan apa yang terjadi. Salah satu anaknya yang betina dan cantik rupawan itu tewas mengenaskan di depan mata kepalanya sendiri. Ia menangis tersedu sedan menyesali nasibnya yang begitu sial. (Bersambung)

Penulis:
Slamet Priyadi di Kp. Pangarakan - Bogor
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar