Jumat, 27 Desember 2013

Mengenang Sang Maestro Kahlil Gibran (1883-1931)



Blok Inilah Karyaku – Jumat, 27 Desember 2013 – 10:55 WIB

Kahli Gibran (1883-1931)

Nama besar Kahlil Gibran kelahiran Beshari, Lebanon  6 Januari 1883, dan wafat 10 April 1931, dalam dunia kepenulisan dan kepenyairan sastra sudah tidak asing lagi, khususnya bagi komunitas sastra di seluruh dunia. Karya-karyanya banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, bahkan menjadi referensi dan sumber inspirasi bagi generasi penyair ke depan. Kahlil Gibran sangat peka dan tajam dalam merekam berbagai peristiwa dan keadaan alam lingkungannya, dan itu menjadi sumber inspirasi dalam setiap karya-karyanya. Seniman yang keturunan Lebanon ini, didorong oleh jiwa mudanya yang meletup-letup, karena menyadari kota kelahirannya Beshari yang sering dilanda badai dan gempa itu tidak membuat dirinya merasa aman dan nyaman untuk tinggal lebih lama. Ia bertekad merubah nasib beremigrasi bersama keluarganya ke Amerika Serikat untuk melanjutkan pendidikannya yang sempat terbengkalai. Di Amerika Serikat ia belajar seni, mendalami kesusastraan, dan memulai karirnya di sana dengan menulis buku, menulis esai berbasis filsafat yang semuanya ditulis dalam bahasa Inggris.
 
Pengalaman masa mudanya di Lebanon menjadi sumber inspirasi baginya dalam menulis, menjadi tema utama yang diwujudkan dalam karya-karya puisinya, tentang alam, politik, persahabatan, perbedaan,  kebersamaan,  keluarga, perjuangan hidup, bahkan cinta. Buku pertamanya yang menjadi terkenal adalah 1.923 Nabi, dan serangkaian esai filosofis serta puisi yang semua, juga ditulis dalam bahasa Inggris. Beberapa karya puisinya antara lain; berjudul, Guru, Ibu, Dua keinginan, Kasih sayang dan persamaan, Nyanyian Sukma, Persahabatan, Perbedaan, Cinta, dan masih banyak yang lain.  Berikut adalah beberapa puisi karya Kahlil Giram yang penulis kutip dari situs kumpulan-puisi.com

Cinta ( I )

kenapa kita menutup mata ketika kita tidur?
ketika kita menangis?
ketika kita membayangkan?
itu karena hal terindah di dunia tdk terlihat

ketika kita menemukan seseorang yang
keunikannya sejalan dengan kita, kita bergabung
dengannya dan jatuh ke dalam suatu keanehan
serupa yang dinamakan cinta.

Ada hal2 yang tidak ingin kita lepaskan,
seseorang yang tidak ingin kita tinggalkan,
tapi melepaskan bukan akhir dari dunia,
melainkan suatu awal kehidupan baru,
kebahagiaan ada untuk mereka yang tersakiti,
mereka yang telah dan tengah mencari dan
mereka yang telah mencoba.
karena merekalah yang bisa menghargai betapa
pentingnya orang yang telah menyentuh kehidupan
mereka.

Cinta yang sebenarnya adalah ketika kamu
menitikan air mata dan masih peduli terhadapnya,
adalah ketika dia tidak memperdulikanmu dan
kamu masih menunggunya dengan setia.

Adalah ketika di mulai mencintai orang lain dan
kamu masih bisa tersenyum dan berkata
” aku turut berbahagia untukmu ”

Apabila cinta tidak bertemu bebaskan dirimu,
biarkan hatimu kembalike alam bebas lagi.
kau mungkin menyadari, bahwa kamu menemukan
cinta dan kehilangannya, tapi ketika cinta itu mati
kamu tidak perlu mati bersama cinta itu.

Orang yang bahagia bukanlah mereka yang selalu
mendapatkan keinginannya, melainkan mereka
yang tetap bangkit ketika mereka jatuh, entah
bagaimana dalam perjalanan kehidupan.
kamu belajar lebih banyak tentang dirimu sendiri
dan menyadari bahwa penyesalan tidak
seharusnya ada, cintamu akan tetap di hatinya
sebagai penghargaan abadi atas pilihan2 hidup
yang telah kau buat.

Teman sejati, mengerti ketika kamu berkata ” aku
lupa ….”
menunggu selamanya ketika kamu berkata ”
tunggu sebentar ”
tetap tinggal ketika kamu berkata ” tinggalkan aku
sendiri ”
mebuka pintu meski kamu belum mengetuk dan
belum berkata ” bolehkah saya masuk ? ”
mencintai juga bukanlah bagaimana kamu
melupakan dia bila ia berbuat kesalahan,
melainkan bagaimana kamu memaafkan.

Bukanlah bagaimana kamu mendengarkan,
melainkan bagaimana kamu mengerti.
bukanlah apa yang kamu lihat, melainkan apa
yang kamu rasa,
bukanlah bagaimana kamu melepaskan melainkan
bagaimana kamu bertahan.

Mungkin akan tiba saatnya di mana kamu harus
berhenti mencintai seseorang, bukan karena orang
itu berhenti mencintai kita melainkan karena kita
menyadari bahwa orang iu akan lebih berbahagia
apabila kita melepaskannya.

kadangkala, orang yang paling mencintaimu adalah
orang yang tak pernah menyatakan cinta
kepadamu, karena takut kau berpaling dan
memberi jarak, dan bila suatu saat pergi, kau akan
menyadari bahwa dia adalah cinta yang tak kau
sadari

Cinta (II)

Mereka berkata tentang serigala dan tikus
Minum di sungai yang sama
Di mana singa melepas dahaga

Mereka berkata tentang helang dan? hering
Menjunam paruhnya ke dalam bangkai yg sama
Dan berdamai – di antara satu sama lain,
Dalam kehadiran bangkai – bangkai mati itu

Oh Cinta, yang tangan lembutnya
mengekang keinginanku
Meluapkan rasa lapar dan dahaga
akan maruah dan kebanggaan,

Jangan biarkan nafsu kuat terus menggangguku
Memakan roti dan meminum anggur
Menggoda diriku yang lemah ini
Biarkan rasa lapar menggigitku,
Biarkan rasa haus membakarku,
Biarkan aku mati dan binasa,
Sebelum kuangkat tanganku
Untuk cangkir yang tidak kau isi,
Dan mangkuk yang tidak kau berkati

Guru
Barangsiapa mahu menjadi guru,
biarkan dia memulai mengajar dirinya sendiri
sebelum mengajar orang lain,
dan biarkan dia mengajar dengan teladan 
sebelum mengajar dengan kata-kata.
Sebab mereka yang mengajar dirinya sendiri
dengan memperbetulkan perbuatan-perbuatannya sendiri
lebih berhak atas penghormatan dan kemuliaan
daripada mereka yang hanya mengajar orang lain
dan memperbetulkan perbuatan-perbuatan orang lain.

Penyair

Dia adalah rantai penghubung
Antara dunia ini dan dunia akan datang
Kolam air manis buat jiwa-jiwa yang kehausan,
Dia adalah sebatang pohon tertanam
Di lembah sungai keindahan
Memikul bebuah ranum
Bagi hati lapar yang mencari.

Dia adalah seekor burung nightingale
Menyejukkan jiwa yang dalam kedukaan
Menaikkan semangat dengan alunan melodi indahnya

Dia adalah sepotong awan putih di langit cerah
Naik dan mengembang memenuhi angkasa.
Kemudian mencurahkan kurnianya di atas padang kehidupan.
 Membuka kelopak mereka bagi menerima cahaya.

Dia adalah malaikat diutus Yang Maha Kuasa mengajarkan Kalam Ilahi.
Seberkas cahaya gemilang tak kunjung padam.
Tak terliput gelap malam
Tak tergoyah oleh angin kencang
Ishtar, dewi cinta, meminyakinya dengan kasih sayang
Dan, nyanyian Apollo menjadi cahayanya.

Dia adalah manusia yang selalu bersendirian,
hidup serba sederhana dan berhati suci
Dia duduk di pangkuan alam mencari inspirasi ilham
Dan berjaga di keheningan malam,
Menantikan turunnya ruh

Dia adalah si tukang jahit yang menjahit benih hatinya di ladang kasih sayang
dan kemanusiaan menyuburkannya

Inilah penyair yang dipinggirkan oleh manusia
pada zamannya,
Dan hanya dikenali sesudah jasad ditinggalkan
Dunia pun mengucapkan selamat tinggal dan kembali ia pada Ilahi

Inilah penyair yang tak meminta apa-apa
dari manusia kecuali seulas senyuman
Inilah penyair yang penuh semangat dan memenuhi
cakerawala dengan kata-kata indah
Namun manusia tetap menafikan kewujudan keindahannya

Sampai bila manusia terus terlena?
Sampai bila manusia menyanjung penguasa yang
meraih kehebatan dgn mengambil kesempatan??
Sampai bila manusia mengabaikan mereka? 
yang boleh memperlihatkan keindahan pada jiwa-jiwa mereka
Simbol cinta dan kedamaian?

Sampai bila manusia hanya akan menyanjung jasa? org yang sudah tiada?
dan melupakan si hidup yg dikelilingi penderitaan
yang menghambakan hidup mereka seperti lilin menyala
bagi menunjukkan jalan yang benar bagi orang yang lupa

Dan oh para penyair,
Kalian adalah kehidupan dalam? kehidupan ini:
Telah engkau tundukkan abad demi abad termasuk tirainya.

Penyair..
Suatu hari kau akan merajai hati-hati manusia
Dan, kerana itu kerajaanmu adalah abadi.

Penyair..periksalah mahkota berdurimu..
kau akan menemui kelembutan di sebalik jambangan bunga-bunga Laurel…

(Dari ‘Dam’ah Wa Ibtisamah’ -Setitis Air Mata Seulas Senyuman)


Dua Keinginan

Di keheningan malam, Sang Maut turun atas hadrat Tuhan menuju ke bumi.
Ia terbang melayang-layang di atas sebuah kota
dan mengamati seluruh penghuni dengan tatapan matanya.
Ia menyaksikan jiwa-jiwa yang melayang-layang dengan sayap-sayap mereka,
dan orang-orang yang terlena di dalam kekuasaan Sang Lelap.

Ketika rembulan tersungkur di kaki langit, 
dan kota itu berubah warna menjadi hitam kepekatan,
Sang Maut berjalan dengan langkah tenang di celah-celah kediaman
berhati-hati tidak menyentuh apa-apa pun sehingga tiba di sebuah istana. 
Ia masuk melalui pagar besi berpaku 
tanpa sebarang halangan dan berdiri di sisi sebuah ranjang ,
dan tika ia? menyentuh dahi? si lena, 
lelaki itu membuka kelopak matanya dan memandang dengan penuh ketakutan.

Melihat bayangan Sang Maut di hadapannya,
dia menjerit dengan suara ketakutan bercampur aduk kemarahan,
“Pergilah kau dariku, mimpi yang mengerikan! 
Pergilah engkau makhluk jahat! Siapakah engkau ini?
Dan bagaimana mungkin kau memasuki istana ini? 
Apa yang kau inginkan? Tinggalkan rumah ini dengan segera!
Ingatlah, akulah tuan rumah ini. 
Nyahlah kau, kalau tidak, kupanggil para hamba suruhanku dan para pengawalku? 
untuk mencincangmu menjadi kepingan!”

Kemudian Maut berkata dengan suara lembut, tapi sangat menakutkan, 
“Akulah kematian, berdiri dan tunduklah padaku.”

Dan si lelaki? itu menjawab, 
“Apa yang kau inginkan dariku sekarang, dan benda apa yang kau cari?
Kenapa kau datang ketika urusanku belum selesai? 
Apa yang kau inginkan dari orang kaya berkuasa seperti aku?
Pergilah sana, carilah orang-orang yang lemah, dan ambillah dia! 
Aku ngeri melihat taring-taringmu yang berdarah dan wajahmu yang bengis,
dan mataku sakit menatap sayap-sayapmu yang menjijikkan dan tubuhmu yang meloyakan.”

Namun selepas tersedar, dia menambah dengan ketakutan,
“Tidak, tidak, Maut yang pengampun, jangan pedulikan apa yang telah kukatakan,
kerana rasa takut membuat diriku mengucapkan kata-kata yang sesungguhnya terlarang.
Maka ambillah longgokan emasku semahumu atau nyawa 
salah seorang dari hamba-hambaku, dan tinggalkanlah diriku…
Aku masih mempunyai urusan kehidupan yang belum selesai 
dan berhutang emas dengan orang.
Di atas laut aku memiliki kapal yang belum kembali ke pelabuhan, 
permintaanku..jangan ambil nyawaku…
Ambillah olehmu barang yang kau inginkan dan tinggalkanlah daku. 
Aku punya perempuan simpanan yang?
luarbiasa cantiknya untuk kau pilih, Kematian. 
Dengarlah lagi : Aku punya seorang putera tunggal yang kusayangi,
dialah sumber kegembiraan hidupku. 
Kutawarkan dia juga sebagai galang ganti, 
tapi nyawaku jangan kau cabut dan tinggalkan diriku sendirian.”

Sang Maut itu mengeruh,”Engkau tidak kaya tapi orang miskin yang tak sedar diri.”?
Kemudian Maut mengambil tangan orang hina itu, mencabut nyawanya,
dan memberikannya kepada para malaikat di langit untuk menghukumnya.

Dan Maut berjalan perlahan di antara setinggan orang-orang miskin
hingga ia mencapai rumah paling daif yang ia temukan.
Ia masuk dan mendekati ranjang di mana tidur 
seorang pemuda dengan kelelapan yang damai.
Maut menyentuh matanya, anak muda itu pun terjaga. 
Dan ketika melihat Sang Maut berdiri di sampingnya,
ia berkata dengan suara penuh cinta dan harapan, 
“Aku di sini, wahai Sang Maut yang cantik.
Sambutlah rohku, kerana kaulah harapan impianku. 
Peluklah diriku, kekasih jiwaku, kerana kau sangat penyayang 
dan tak kan meninggalkan diriku di sini. 
Kaulah utusan Ilahi, kaulah tangan kanan kebenaran.
Bawalah daku pada Ilahi. Jangan tinggalkan daku di sini.”

“Aku telah memanggil dan merayumu berulang kali, namun kau tak jua datang.
Tapi kini kau telah mendengar suaraku, kerana itu 
jangan kecewakan cintaku dengan menjauhi diri.
Peluklah rohku, Sang Maut yang dikasihi.”

Kemudian Sang Maut meletakkan jari-jari lembutnya ke atas bibir yang bergetar itu,
mencabut nyawanya, dan menaruh roh itu di bawah perlindungan sayap-sayapnya.

Ketika ia naik kembali ke langit, Maut menoleh ke belakang — ke dunia – 
dan dalam bisikan amaran ia berkata, “Hanya mereka? di dunia yang? 
mencari Keabadianlah yang sampai ke Keabadian itu.”

(Dari ‘Dam’ah Wa Ibtisamah’ -Setitis Air Mata Seulas Senyuman)

Penulis:
Slamet Priyadi di Pangarakan, Bogor
Jumat, 27 Desember 2013 16:26 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar