Jumat, 03 April 2015

"DUA BUAH PUISI KARYA SLAMET PRIYADI"


Image "Ingsun" ( Foto: SP )
Slamet Priyadi

“ I N G S U N ”
Karya Slamet Priyadi

Lima puluh delapan tahun empat sasi ingsun t’lah kembara
Ngelayang  terbang terumbang-ambing di alam marcapada
Terbelenggu tali-temali  panjang kekang lingkaran samsara
Atmapun menerawang lewati lawang-lawang suka bahagia
Telusuri  alam  jiwa  raga  yang  terus saling gelut bergelora
Membara di  awang-awang tak bisa langkahi karang marga
Menuju tempat akhir manusia hidup di syurga atau di neraka 
Ingsun  mesu  diri  renungkan  tentang  syariat, dan makrifat
Hakikat sikap  hidup  di alam mayapada dan di alam akhirat
Yang tiada  ada  kendali keculi “Dia”, Tuhan Sang Maha Zat
Sang Maha  Raja,  Maha  terkuat  dari segala raja yang kuat
Yang  perintah-Nya  haruslah  dilaksanakan  tanpa  bersyarat
Yang  hanya  kepada-Nya  kita  mengharapkan  segala hasrat
Tempat  memohon  minta  segala  keinginan yang menggeliat
Tetapi mengapa  hingga  sekarang  ingsun masih  bersiasat ?
Ingsun masih tak  menyadari  diri ini  bagaikan  seekor lalat
Selalu  saja  mencari-cari  alasan dan belum juga mau tobat
Padahal dosa-dosa  sudah  makin  berwarna hitam berkarat
Bergelimang  nafsu  angkara  murka,  umbar  nafsu maksiat
Bersikap angkuh,  sombong congkak, dan melupakan sholat
Padahal  usia  sudah  semakin tua tak bisa lagi diulang ralat
Satu  demi  satu pun  sahabat  karib  pergi tinggalkan ingsun
Danitu  telah  buat  kropos  bangunan  karib  yang  tersusun
Namun, ada  detak-detak   hati  nurani  mengalun  beruntun
Suarakan  nada-nada  kesucian  religi  yang  terus mengalun
Ajak ingsun  untuk  kembali ke  hijaunya  lembah dan gurun
Berjuang  seberangi  belantara  da’wah  nan  lembut  santun
Jauhkan  angkara  satukan  sifat  kasih  dalam  tubuh ingsun
Jumat, 03 April 2015 – 09:26 WIB
Slamet Priyadi di Pangarakan, Bogor


“EXPRESI MALAM HARI”
Karya Slamet Priyadi

Ketikalampu listrik itu padam di tengah malam
Suasana gulita pun terasa  semakin mencekam
Rupa  Sang  Putri  Dewi  malam nampak muram
Bercadar  selimut  tebal bertabir awan hitam

Tiada  lagi sinar  keemasan di peraduan malam
Semua  yang ada nampak  semakin  menghitam
Sehitam  warna  suasana hati  yang jadi geram
Lihat  segala  tingkah laku manusia kotori alam

Gemericik riak air sungai yang mengalir marah
Sentuh bebatuan terpercik rona merona wajah
Percik air merah menyengat aroma anyir darah
Ayam-ayam  potong  melolong  tak punya wajah

Sementara kelelawar hitam keluar  dari sarang
Kepakkan sayap  terbang  melayang liar garang
Sergap  mangsa sang  laron  nyawapun melayang
Tinggallah sang katak dalam hati yang meradang

Suara  serangga  orong-orong di pohon singkong
Suara anjing liar yang terus saja melolong-lolong
Adalah  tembang nyanyian kloro-loro bolo katong
yang tak pernah sepi dan terus saja merongrong

Bumi Pangarakan, Bogor
Jumat, 03 April 2015 – 23:53 WIB



Tidak ada komentar:

Posting Komentar