KI SLAMET 42 |
“DARI MUKJIZAT SAMPAI ISTIDRAJ”
Karya:
Ki Slamet 42
Mukjizat
itu kekuatan luar biasa yang melekat pada Nabi
Tak
bisa di cerna akal sehat sebab pemberian Ilahi Rabbi
Kepada
semua utusan-utusannya sebagai pertanda bukti
Kebenaran
atas kerasulannya, yang amat suci nan
murni
Yang
mampu mengatasi, segala perkara aneh yang terjadi
Yang
ingin rusak ajaran suci Nabi, tentang
aqidah Islami
Mukjizat
tiada bisa dipelajari, ia muncul atas
seizin Ilahi
Bagai
tongkat Nabi Musa kalahkan para penyihir Fir’auni
Seperti
Nabi Isa hidupkan kembali orang yang telah mati
Laksana
perahunya Nabi Nuh yang arungi bahtera bahari
Bagaikan
Nabi Ibrahim dapat mendinginkan panasnya api
Sepertilah
Nabi Muhammad dengan Al-Quran kitab suci
Karomah
itu, kekuatan luar biasa dari Tuhan
Ilahi Rabbi
Yang
juga, tiadalah bisa untuk dapat dicari dan dipelajari
Karena
karomah adalah aji pengasih Tuhan Allahu Rabbi
Yang
diberikan buat hambanya yang saleh bagai para Wali
Sebagai
penghargaan atas ketaqwaannya yang amat tinggi
Dalam
menjalankan perintah dan laranganNya yang hakiki
Sihir
itu satu kekuatan dari syetan yang nampaknya sebat
Bertujuan,
untuk wujudkan segala nafsu bejat, dan jahat
Agar
terjadi kerusuhan, yang timbulkan kerusakan hebat
Sihir
itu, dapat dipelajari dengan rapal
mantra kuat-kuat
Berpuasa
ngalong, ngebleng, ngepel, pati geni, ngeruwat
Segala
perilaku galat, kualat, bejat dan jahat tiada diralat
Sedangkan
istidraj, adalah satu kekuatan penuh muslihat
Yang
nampaknya aneh, luar biasa kuat dan terlihat hebat
Padahal
Cuma tipuan hanya ada di kulit mudah mencelat
Istidraj
berarti mengelabui sedikit demi sedikit ‘tuk gurat
Diberikan
oleh Tuhan pada orang-orang yang kafir kualat
Sebagai
ujian tipu daya, agar orang piturut berbuat jahat
Bumi Pangarakn, Bogor
Selasa, 21 Juli 2015 – 19:20 WIB
“MAKA, BERSERAHLAH KEPADA TUHAN YANG ESA”
Karya
: Ki Slamet 42
Aku
tulis puisi ini hanya untuk ungkap geliat hati
Agar
bisa mereda gelegak jiwa yang tak mau henti
Yang
terus saja menguak tirai sukma relung jiwani
Arungi
bahtera untuk hayati arti dan makna religi
Tentang qadha’ qadar Maha Penentu Ilahi Rabbi
Seperti
yang tertera di dalam Al-Quran kitab suci
“Dan,
segala sesuatu di sisi-Nya, itu pun telah ada
Hinggaannya, qadar jangkauannya.” (Ar Ra’du : 8)
Tuhan
itu telah berikan petunjuk kepada manusia
Berupa
atma, pikir dan rasa, juga petunjuk agama
Agar
manusia dapat membeda baik dan buruk laga
Dalam
berupaya beramal baik dan tak lupa berdoa
Manusia
dengan upaya sesuai takdir, pasti
berhasil
Sebab
segala tingkah polah kita, hanyalah mengintil
Sebagaimana di dalam Al-Quran telah ada ternukil
Kitab
suci petunjuk sejati pabila salah itu mustahil,
“Katakanlah,
tidak akan menimpa kita selain apa-apa
Yang
t‘lah ditentukan Allah bagi kita.”(Al Bara’ah:51)
Kemauan
keras dalam berikhtiar, tidaklah akan nihil
Asalkan
tak lupa dan terus berdoa, hati jangan labil
Sebagaimana di dalam Al-Quran, telah ada ternukil,
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah keadaan
Suatu
kaum, kecuali setelah
mereka itu berupaya
Mengubah sendiri, apa-apa yang ada pada dirinya.”
(
Ar Ra’du : 11 )
Adalah
tersebut istilah qadha’ qadar yang mubrom
Kepastian ketentuan Tuhan, yang tiada terelakkan
Seperti
jodoh, rizqi, mati,umur manusia dan lain-lain
Ada
pula disebut nama, qadha’ qadar yang mu’allaq
Yang
atas kuasa, dan kehendak-Nya, Tuhan
berhaq
Merubah
keadaan, atas dasar ikhtiar keras
manusia
Maka, sudah seharusnya, kita beriman dan percaya
Kepada
qadha’ qadar Allah, seraya selalulah
berdoa
Mengikuti
segala perintah dan larangan-laranganNya
Sebab
amal baik atau pun buruk, itu ada balasanNya
Dan, segala peristiwa itu terjadi atas
kehendak-Nya
Maka
heninglah, serah diri kepada, Tuhan Yang
Esa
Bumi Pangarakan, Bogor
Selasa, 21 Juli 2015 – 11:28 WIB
“MAKA AKU SONGSONG REALITA”
Karya
: Ki Slamet 42
Atma
dan rasaku melanglang ke mana-mana
Kembara, susup telusup ke alam dewangga
Kepakkan
lebar-lebar, kedua sayap roh jiwa
Terbang
jauh, tuju ke alam luar marcapada
Di
alam hening jiwa memancar warna-warna
Hitam,
kuning, biru, hijau dan merah Jingga
Dilambari
selimut nan putih seluas jaga raya
Sukma
terasa bahagia sebab duka lara sirna
Segala
kenangan saling lekat bercengkerama
Bercerita
tentang pernik-pernik rasa asmara
Yang
tiada pernah mau lepas raib dari garba
Terus
saja menggeliat bergelora dalam dada
Di
ambang batas pagi pun kembali atma rasa
Terasa
kesegaran resap rasuki jiwa dan raga
Sembuhkan
luka di jiwa, lenyapkan problema
Songsong
realita dunia nan penuh romantika
Bumi Pangarakan, Bogor
Senin, 20 Juli 2015 – 14 WIB
“HATI GERING KERING KERONTANG”
Karya
: Ki Slamet 42
Hingga
pukul dua belas, tengah malam begini
Aku
masih jua belum bisa, pejamkan mata ini
Maka, kuambil gitar di dalam bilik kamar sepi
Aku
nyanyikan kidung sunyi, jemariku menari
Petik
temali gitar lantunkan tembang memori
Lagu-lagu
asmara saat masih saling mencintai
Suara
gitar bersenandung kidung nan kelam
Mendayu-dayu dibawa hembus angin malam
Menerpa
tubuhku, terasa dingin mencekam
Ingatkan
aku, pada peristiwa di masa silam
Waktu
kita bernyanyi duet berdua merekam
Lagu-lagu
cinta kita yang tiada bisa diredam
Nun
di langit sana, cerah terang benderang
Wajah Sang Puteri Dewi Malam mengayang
Ditemani dayang-dayang, lintang-kemintang
Sinarilah
hati Pertiwi yang sedang meradang
Duka
lara, sakit hati, perih, terasa sumelang
Sebab
bumi, menjadi makin kering kerontang
Bukit berwarna merah hanya gunduk tanah
Tak
ada lagi ditumbuhi pohon-pohon
galah
Yang
dulu jejer berderet-deret limpah ruah
Gunung
pun letuskan magma seperti marah
Sebab
masyarakat sekitar lupalah adat polah
Budaya
jaga, lingkungan alam tumpah darah
Hingga
menjelang pagi, mata tak mau kantuk
Kepalaku
terantuk, hati rasa tertusuk-tusuk
Bibir
bergetar bersumpah serapah mengutuk
Mengapa
nasibku bisa menjadi begini buruk ?
Bagaikan
bangkai, yang sebarkan bau busuk
Semua
pergi menjauh, seraya berkasak-kusuk
Dalam
kesendirian, pikirku gamang melayang
Tak
mampu lagi untuk berpikir secara tenang
Jari
jemariku pun tak bisa lagi tari bergoyang
Cuma
bisa petik gitar mainkan nada sumbang
Seperti
kolam, yang tiada ikan mau berenang
Bagai
hati gering, yang kian kering kerontang
Bumi Pangaraan, Bogor
Selasa, 14 Juli 2015 - WIB