“BERBAGI RIZKI DI HARI YANG FITRI”
karya
: Ki Slamet 42
Jika,
sudahlah kita lalui, bulan Ramadhan ini
Jalani
puasa sebulan penuh sebagai ujian diri
Di
dalam tahan bermacam nafsu di siang hari
Rasa
lapar, haus, marah, birahi, iri dan dengki
Dengan
ucap syahadat, salat, zakat, berhaji
Maka,
tibalah saatnya kita, di hari yang suci
Hari
Idul Fitri, saling nyalami,
bersilaturrahmi
Saling
bermaafan kepada sesama, sanak famili
Pada
para tetangga, yang rumahnya berlokasi
Di
depan, di belakang, di sisi kanan dan di kiri
Salinglah berbagi, jika peroleh,
berlebih rizki
Pada
si miskin anak-anak yatim piatu dan piati
Agar
riang gembira, suka ria di hari yang fitri
Berjalan,
berlari kian kemari, saling menyalami
Di
masa anak-anak dulu kita pun pernah alami
Mudik
lebaran di kampung suami atupun istri
Saling
silaturrahmi, bagi rizki di hari yang fitri
Memang sudalah biasa, menjadi adat
tradisi
Ummat
Islam, di negeri gemah ripah loh jinawi
Yang
dibangun dari nilai-nilai, Pancasila Sakti
Bumi Pangarakan, Bogor
Senin, 13 Juli 2015 - WIB
Dewa Ruci |
“KISAH BIMA MENCARI
SARI TIRTA PRAWITA”
Karya : Ki Slamet 42
Terkisahlah cerita, kata yang empunya cerita
Sang Bima Arya Sena, masuk
ke dasar segara
Untuk mencari air hakikat, Sari Tirta
Prawita
Agar jiwa rohaniahnya dan raga
jasmaniahnya
Menjadi suci wujudkan sifat Tuhan
Yang Esa
Penuh kasih sayang pemurah, adil dan
lainnya
Namun, ia tak bisa masuk ke dalam
samudera
Karena tubuhnya, ditopang gajah
Setubanda
Sang Bima Arya Sena tiadalah merasa
berada
Di punggung gajah Situbanda yang berupaya
Mencegahnya, agar tiada lanjut cari Prawita
Bima bertekad untuk teruskan
perjalanannya
Maka marahlah, Gajah Setubanda pada
Bima
Tubuh Bima, dilemparkan dari punggungnya
Terbawa ombak,
tenggelam ke dasar segara
Demi melihat kejadian itu keluarga
Pandawa
Semua saudara yang ada di kerajaan
Amarta
Berduka cita, sebab Sang Sena pasti perlaya
Kisah Cerita tentang Sang Bima, Arya Sena
Bertekad cari hakikat, air Tirta Sari
Prawita
Ada di dalam cerita kesenian wayang purwa
Lakon Dewa Ruci karya cipta Sang
Pujangga
Ditulis oleh Wali bijaksana tuk
da’wah agama
Di negeri gemah ripah Nusantara Jawadwipa
Suatu gambaran, kegigihan seorang manusia
Bernama, Bima Sena yang ingin capai
kepada
Ma’rifatullah, taraf tauhid yang sebenarnya
Segalanya dilakukan cuma untuk ibadah
saja
Pasrah berserah diri pada Dia Sang
Pencipta
Bagai mati dalam hidup“ngelem ing
samodra”
Sesudah terlontar dari punggung
Situbanda
Sang Bima pun tenggelam ke dalam
samudra
Tubuhnya dililit naga liar, yang
gigit pahanya
Maka,
dengan senjata kuku Panca Nakanya
Ia tusuk leher naga itu, hingga
hilang nyawa
Meskipun dirinya turutlah ikut mati perlaya
Menurut ilmu hakikat, malaikat berupa
Naga
Dan Naga itu menolong Sang Arya Bima
Sena
Agar tak berlama-lama, ia mengalami
samsara
Maka,
setelah selesailah pertarungan antara
Sang Bima Arya Sena,
melawan seekor Naga
Keduanya pupus sirna, tak lagi berujud rupa
Dan
seketika itu, nampaklah di dasar segara
Bima,
Arya Sena berhadapan dengan Dewa
Yang postur tubuhnya lebih kecil dari
dirinya
Sedangkan wujud rupa, sama tiada berbeda
Dialah Sang Dewa Kerdil, Dewa Ruci
namanya
Meski bertubuh kecil bisa lahap jagad
seisinya
Bumi Pangarakan,
Bogor
Minggu, 12 Juli
2015 - WIB
“AL-QURAN KITAB SUCI PETUNJUK SEJATI”
Karya :
Ki Slamet 42
Membaca
buku kitab lebih lagi kitab Al-quran nan suci
Hendaklah
dibaca setiap hari sebelum terbit Matahari
Sebab
pada saat itu, kebersihan diri masih lekat di hati
Segala
atma dan rasa menebar, getarkan ion-ion
jiwani
Layaknya
sunnah Rasulullah Muhammad Baginda Nabi
Al-quran
sebagusnya jangan hanya dibaca, akan tetapi
Difahami
dan dikaji sehingga dimengerti makna dan isi
Tentang
ilmu politik, ekonomi, sosial, budaya, dan seni
Semuanya,
segalanya ada serba terperinci jika didalami
Sebab
Al-quran adalah karya Dia, Rab Sang Maha suci
Al-quran
seharusnyalah dijadikan acuan pedoman diri
Dalam
cari kebahagiaan di dunia, dan di akhirat nanti
Seberapa
besar, dan beratnya perkara yang
dihadapi
Semuanya
pastilah bisa dan kan terasa mudah diakhiri
Jika
yakin, percaya dan mau membaca, serta
mengkaji
Al-Quran
itu kitab nan suci yang berisi petunjuk sejati
Pelita
penerang jalan, ‘tuk menuju ke alam yang
hakiki
Tinggalkan
segala duka lara, hidup bahagia di syurgawi
Sebagai
pahala yang diperoleh, karena rajinlah mengaji
Dirikan
sholat, baca Al-Quran, bersikap shaleh terpuji
Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 11 Juli 2015 – 22:19 WIB
“BEREBUT
SANG BETINA”
Karya
: Ki Slamet 42
Jelang buka puasa, pukul lima lewat
tiga puluh lima
Saat Sang Surya mulai terbenam,
redupkan sinarnya
Ada tiga ekor kucing dua pejantan dan
satu betina
Sang betina berguling-guling, lalu
lari entah kemana
Dua sang pejantan, saling pamerkan kekuatan raga
Bersuara keras, nyaring melengking
sakitkan telinga
Peningkan kepalaku yang sedang lapar,
haus dahaga
Sebab dari pagi hingga sore, betapa
panasnya cuaca
Kedua kucing pejantan itu hendak bertarung
beler
Berebut sang kucing betina yang sudah
kabur teler
Bersembunyi di balik semak belukar
ekornya ngawer
Seraya tatap sang pejantan sampai
hidungnya meler
Beta berupaya melerai, ambil sapu dan air seember
Lalu beta gebuk dengan sapu dan siram
dengan aer
Bersamaan dengan suara adzan yang menggelemer
Kedua kucing pejantan itu, berlarian pating
keleler
Beta pun segeralah masuk, kembali ke
dalam rumah
Untuk buka puasa bersama keluarga penuh berkah
Ada kurma, kolak pisang, es kelapa muda es, buah
Semuanya membahagiakan, dan terasa
begitu indah
Bumi
Pangarakan, Bogor
Jumat,
10 Juli 2015 – 07:26 WIB
“AYAM
JAGOKU MEMANG JAGO”
Karya
: Ki Slamet 42
Beta punya, dan pelihara seekor ayam pejantan
muda
Bulunya warna merah, kecuali di
ekornya hitam jelaga
Di kepalanya dihiasi jengger yang berbentuk
mahkota
Pada kedua kaki tumbuh taji, dipakai
sebagai senjata
Dalam berjuang gigih tarung
perebutkan ayam betina
Setiap pukul dua, lewat tiga puluh menit,
di pagi hari
Ayam jagoku, berkukuruyuk nyaring
seperti bernyanyi
Berdendang kumandang, menguak pagi
nan gelap sepi
Bangunkan aku untuk pergi, laksanakan
tugas profesi
Ajar siswa dan siswi di sekolah tuk mata
pelajaran seni
Ayamku suka makan ulat yang ada di
daun pohon obat
Sirih, jeruk limo, bluntas, kelutuk, taliman, tapak
jagat
Semua ayam pejantan yang ada, tiada
berani mendekat
Sebab mereka tak memiliki taji, tiada
merasa lebih kuat
Bahkan musang mendengar kukuruyuknya
lari mencelat
Aku memanglah suka sekali punya ayam
jago seperti ini
Bunyi kukuruyuknya nyaring tinggi tak
pula tertandingi
Bertubuh kokoh, kuat, berani tarung
untuk melindungi
Ayam betina dan anak-anaknya dari
careuh dan rajawali
Yang selalu saja mengintai saat pagi
maupun malam hari
Bumi
Pangarakan, Bogor
Kamis,
09 Juli 2015 – 03:45 WIB
“KETIKA PANCASILA RAPUH TAK BERDAYA”
Karya : Ki Slamet 42
Saat
Sang Rajawali Garudaku luka parah hampir mati
Kedua
sayapnya tiada berdaya terikat kuat tali temali
Bulu-bulunya
lepas semua, nyaris tak bisa tumbuh lagi
Tubuhnya gemetar kedinginan tiada yang mau peduli
Maka,
aku baca dalam hati, mantra aji Pancasila sakti
“Ya, Allah Tuhanku! kuatkanlah jiwani
Ketuhananku
Ya,
Allah Tuhanku! bangkitkanlah rasa Kemanusianku
Ya, Allah Tuhanku! kuatkan rasa Persatuan di
jiwaku
Ya, Allah
Tuhanku! kuatkanlah jiwani
Kerakyatanku
Ya,Allah
Tuhanku! tumbuhkan rasa Keadilan sosialku”
Meskipun
kedua matanya, masih rabun tak bisa melihat
Walaupun
lehernya, masih lunglai tiada bisa
menggeliat
Kendati
kedua sayapnya, masih terbelenggu tali
kawat
Badan
dan kaki, masih belum bisa topang
beban sarat
Namun,
aku yakin kelak kembali semula, sehat wal’afiat
Dan,
Sang Rajawali Garudaku mampulah terbang tinggi
Kepakkan
sayap menguak awan hitam yang menyelimuti
Di
seluruh Nusantara, bumi ibu pertiwi nan
berih suci
Kibarkan
Sang Saka Merah Putih, pusaka bangsa sejati
Kokohlah
dalam kebhinekaan yang asri berwarna-warni
Dan, UUD 45,
Pancasila sakti, akan selalulah berjaya
Di
dalam menaungi roman kehidupan bangsa
Indonesia
Dalam
bermasyarakat bernegara, berbangsa dan
agama
Kendati berbeda-beda sukunya, agama, dan budayanya
Tetapi
hidup rukun di Negeri yang Bhineka Tunggal Ika
Bumi Pangarakan, Bogor
Rabu, 08 Juli 2015 - 08:59 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar