Sabtu, 26 Desember 2015

CATATAN PUISI BULAN DESEMBER 2015 Karya : Ki Slamet 42

Denmas Priyadi Blog : "Inilah Karyaku"


Ki Slamet 42

“MATINYA SANGKUNI”
Karya : Ki Slamet 42

Tersebutlah kisah dalam perang bharatayudha
Prabu Salya mati perlaya di medan kuru setra
Yang membuat rasa gentar semua pasukannya
Dalam menghadapi pasukan kuat Pandawalima

Mereka dikejar-kejar nampak bubar cerai-berai
Melihat keadaan itu, Suyudana pun kecut hati
Namun jiwa kesatrianya  ajak dia untuk berani
Maka dia pun tempur lagi dengan gagah berani

Di medan tempur itu Suyudana amok babi buta
Bersama pasukan dan saudaranya para kurawa
Berbalas menyerang melepaskan panah saktinya
Yang membuat banyak prajurit Pandawa binasa

Melihat keadaan ini,  Arjuna tampillah ke muka
Untuk tangkis serangan panah-panah Suyudana
Dengan panah saktinya pula bernama Candanila
Yang bisa datangkan taufan besar pemutar bala

Maka tersapubersihlah panah-panah  Suyudana
Tak satupun yang bisa sentuh prajurit Pandawa
Tetapi pasukan Kurawa semakin menjadi murka
Mereka terus menggempur sirna ketakutannya

Akan tetapi,  di sana ada Bhima dengan gadanya
Yang berputar kencang bergemuruhlah suaranya
Gada Lohita  banyak binasakan prajurit Kurawa
Dan hampir saja Suyudana pun tewas dibuatnya

Sementara Sangkuni yang ada di dekat Suyudana
Gemetar badannya ciut hati pucat pasi wajahnya
Di saat Bhima menangkap menjambak rambutnya
Dia merengek menangis minta ampun pada Bhima

Tapi sang Sena Bhima tiada mau sama sekali peduli
Dengan segala tingkah yang diperlihatkan Sangkuni
Sebab dia tahu persis watak Sangkuni yang pengiri
Jahat, banyaklah tipu muslihat, licik dan pendengki

Maka Bhima Sena menghatam keras tubuh Sangkuni
Dengan gada Lohita  hingga Sangkuni seketika mati
 Bhima menghirup darahnya dengan penuh rasa benci    
 Mayatnya pun masih dipukuli dan digada berkali-kali

Begitulah nasib tragis si sang raja Gandara Sangkuni
Yang terkenal sangat ahli dalam bertipu muslihat keji
Selalulah berbuat jahat dengan memfitnah di sana-sini
Akhirnya mati mengenaskan karena tingahnya sendiri

Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 26 Desember 2015 – 2i:00 WIB


“ANAK PUNGUT IBU URUT”
Karya : Ki Slamet 42

Tertulis cerita dalam kata-kata nan berpagut
Kisah tentang berlagaknya satu anak pungut
Yang sukar diajar urus dengan lemah lembut
Meski orang tua  mendidiknya lemah lembut
Tetapi tetap saja dia tak pernah mau manut

Sang ibu si anak angkat  sempatlah terkejut
Saat sang anak  merengek menangis merajut
Sambil berkata-kata kasar  yang tiada patut
Sebab permintaannya tak juga dikabul turut
Oleh orang tua yang Cuma tukang pijit urut

Dulu anak angkatnya diperoleh dari wanita
Yang ditolong saat kesulitan melahirkan dia
Bernasiblah buruk akhirnya meninggal dunia
Di rumah bordil tempat mesum penjaja cinta
Tempat ibu Urut bekerja mijit pelanggannya

Sikap laku anak pungut bu Urut yang  egois
Sungguh membuat aku menjadi sangat miris
Dia tak tahu ibu kandungnya bernasib tragis
Dan dia  hanyalah  anak pungut  yang dikais
Oleh bu Urut yang cuma bisa meratap tangis

Tapi dalam hati kecil kadang bisa memahami
Karena berdasarkan referensi ilmu psikologi
Anak usia belasan tahun rasa egoisnya tinggi
Acapkali marah jika keinginannya tak dituruti
Bahkan kuat seharian dikamarnya kurung diri

Memang siapa ingin jika harga diri dikhianati
Oleh anak pungut yang tak jua mau mengerti
Dengan orang tuanya yang belum bisa kabuli
Dengan keinginannya yang mesti segera diberi
Padahal tahu ibunya hanya pijit urut sana-sini

Ya.., bu Urut memang harus berikan toleransi
Kepada anaknya dengan penuh kesabaran hati
Mungkin  laku anak secara genetik pengaruhi
Yang dituruni oleh bapak dan ibu kandung asli
Dan,  bu Urut mesti bijak dan besarkan jiwani

Bumi Pangarakan, Bogor
Jumat, 25 Desember 2015 – 12:47 WIB


“DI DALAM PERTUNJUKAN WAYANG”
KARYA : Ki Slamet 42

Apabila segala sesuatu sempurna persiapannya
Maka dalangpun memainkan wayang-wayangnya
Yang sudahlah tertentu sifat dan karakternya
Dalam kurun waktu yang telah ditentukannya

Siapapun yang menjadi pelakon tokoh wayang
Digolong dalam pihak yang kalah dan menang
Kalah dan menang ditentukan dengan perang
Harus kalah ya kalah, harus menang ya menang

Perang itu adalah simbol kerasnya perjuangan
Dalam melawan segala hawa nafsu kejahatan
Yang terus bersemayam dalam diri setiap insan
Mengajak,  menghasut berbuat kemungkaran

Golongan yang jahat berakhir dengan kekalahan
Golongan yang benar akan mendapat kemenangan
Semua itu diatur oleh  Sang Pengatur kehidupan
Maha Dalang Pengatur segala bentuk penciptaan

Bumi Pangarakan, Bogor
Selasa, 23 Desember – 12:03 WIB


“BESARNYA KASIH IBU“
Karya: Slamet Priyadi

Saat aku kecil bayi mungil dalam keluarga sekandung
Ibu timang-timang aku sambilah riang bersenandung
Ekspresikan tembang nyanyian kidung indung-indung
Tembang melodi irama jaga mantra tudung pelindung
Ungkapan rasa cinta kasih sayang  yang menggunung
Kepada ananda yang masihlah butuh tulung-pitulung

Di masa-masa ketiadaberdayaan ananda yang kadung
Dalam ringis tawa dan  rengek tangis yang merudung
Saat ananda rasakan haus lapar yang meraung-raung
Ibu menjaga, membelai, menyusui, ngayom melindung
Daripada  berbagai macam bala yang terus megurung
Yang setiap saat bisa cengkeram jiwa tak bisa diurung

Ibu, meski kau sudah lama pergi penuhi panggilan Ilahi
Semua kenangan itu masihlah lekat kuat terukir di hati
Tentang perjuangan keras ibu saat ada di kebun sendiri
Ketika bercocok tanam sayuran, buah dan menuai padi
Sementara ananda di pematang sawah pun berlari-lari
Sambil mainkan melodi musik gogolio dari batang padi

Ibu, ananda  juga acap terkenang dan masih tetap ingat
Saat ibu  menarik  gerobak sayur dan buah dengan kuat
Susuri sepanjang jalan Luano Purworejo berbeban sarat
Dalam kondisi jalan yang becek, berlubang dan berkerat
Sedangkan hujan pun turun sepanjang hari dengan lebat
Namun Ibu tak anggap itu penghalang  tetap berangkat

Ibu, maafkan ananda yang tak pernah sempat balas budi
Ananda sadari,  jasamu  tiada akan terbalas sampai mati
Saat lahirkan anada ibu berjuang antara hidup dan mati 
Besarkan ananda dengan segala derita yang tiada terperi
Berjuang ‘tuk sekolahkan ananda dengan segala motivasi
Tiada pamrih semata besarnya rasa kasih yang tulus suci

Ibu, dengan segala kehormatan, kemulyaanmu yang abadi
Ananda memohon sangat maafkanlah dosa anandamu ini
Ananda cuma bisa  mencontoh  dan teladani segala budi
Sampaikan kepada semua cucu-cucu ibu di rumahmu ini
Tentang sikap tiak kenal menyerah dan bersikap mandiri
Tentang kebersamaan dalam perbedaan berwarna-warni

Bumi Pangarakan, Bogor
Selasa, 22 Desember 2015, 08:57 WIB


“PESAN RELIGI DARI ALAS PARIGI”
Karya: Slamet Priyadi

Sendirian saja napak tilas di alas parigi
Saat malam hari ketika semuanya pergi
Dan, tiada ada lagi yang dapat kumiliki
jauhkan segala harap, emosi dan ambisi

Hanya berbekal semangat kuatnya jiwani
Melangkah kaki di jalan setapak nan sepi
Yang di kanan kiri,  banyaklah ditumbuhi
Semak  belukar dan  pohon-pohon tinggi

 Tingginya rasa angkuh dalam pigura hati
 Masih lekat kuat menghasut ajak nurani
Tetap dalam kedumehan kepongahan diri
Yang berselimut tebal hitam tutup jiwani

Sementara malam berhiaskan Dewi Ratu
Nampak wajah yang kuning keemasan itu
Ramah telusup di celah-celah daun bambu
Terpa wajahku bagai berkata menghimbau

“Tuan, hatimu masih berwarna hitam kelabu
Rasa sombong, congkak dan keangkuhanmu
Masih melekat kuat semayam di dalam kalbu
Dan, tuan harus berupaya keras rubah laku”
 
“Maka, menjadilah seputih awan di langit biru
Terus bergerak berarak ke bentuk yang baku
Kebenaran religi dan, tuan tetaplah mengacu
Pada pedoman yang Maha Hidup Maha Satu”

Tuhan...Tuhan...Tuhan... Sang Maha Penentu !

Bumi Pangarakan, Bogor
Selasa, 22 Desember 2015 – 03:57 WIB


SAAT EMPAT BENDA ITU RAIB DARIKU
Karya :  Ki Slamet 42

Ada rasa sesal, kecewa, sedih yang berkepanjangan
Saat ke empat benda penting itu berpindah tangan
Satu modem kendaraan tuk tuju ke alam bayangan
Pergi Kembara ke mana-mana jumpai semua teman
Untuk unjuk kreasi komunikasi dan senda-gurauan

Juga 3 playdisk berisi file-file penting kependidikan
Sebagai bahan referensi yang sangat aku butuhkan
Dalam beraksi di kelas sampaikan materi pelajaran
Kepada  seluruh siswa-siswi  SMAN 42 kesayangan
Tentanglah sikap,  pengetahuan, dan keterampilan

Aku tak mau prasangka sebab aku memang lupaan
Acap lalai  taruh barang asalan  sering ketinggalan
Bukan saja di sekolah, di rumah pun juga demikian
Kacamata di kepala  dicari-cari dengan kecurigaan
Hingga sang istri jadi korban lampiasan kemarahan

Meski keempat barang itu  raib tak bisa ditemukan
Dan hati rasa duka, kecewa dan penuh penyesalan
Aku akan terus berupaya keras  mencoba lupakan
Sebab sadari, segala peristiwa dan semua kejadian
Sudahlah tertulis  dalam catatan  garis kehidupan

Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 19 Desember 2015 – 17:46 WIB

 
“PRILAKU PELARIAN”
Karya : Ki Slamet 42

Grabak-gerubuk persis kaya orang mabuk diri
Grasak-grusuk semua orang diseruduk emosi
Bicaranya terbata-bata kelihatan kikuk sekali
Jalan terbungkuk kasak-kusuk tak mau henti

Sana-sini suka bikin ribut sukalah bikin sensasi
Berghibah membuka aib sesama teman sendiri
Tak sekali pernah peduli akan akibatnya nanti
Yang dapat membuat orang menjadi sakit hati

Cengangas-cengenges mengakaknya keras sekali
Ngobrol ngalor-ngidul memang sangatlah hobbi
Kepada para tetangga yang rumahnya didatangi
Padahal cuaca pada waktu itu masih pagi hari

Akan tetapi, terkadang aku bisalah memaklumi
Pada nasib dirinya yang sudahlah ditinggal pergi
Oleh laki-laki yang bukan lain adalah sang suami
Yang selingkuh bersama wanita karibnya sendiri

Dan betapapun aku sungguh dapatlah memahami
Jika yang dilakukannya cuma prilaku pelarian diri
Akibat badai khianat dari keegoisan seorang lelaki
Sang suami yang tergiur oleh nikmatnya rasa birahi

Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 13 Desember 2015 – 09:03 WIB


Tidak ada komentar:

Posting Komentar