Denmas Priyadi Blog : "Inilah Karyaku"
Ki Slamet 42 |
“MATINYA
SANGKUNI”
Karya : Ki Slamet 42
Tersebutlah kisah dalam perang
bharatayudha
Prabu Salya mati perlaya di medan
kuru setra
Yang membuat rasa gentar semua
pasukannya
Dalam menghadapi pasukan kuat
Pandawalima
Mereka dikejar-kejar nampak bubar
cerai-berai
Melihat keadaan itu, Suyudana pun
kecut hati
Namun jiwa kesatrianya ajak dia untuk berani
Maka dia pun tempur lagi dengan
gagah berani
Di medan tempur itu Suyudana amok
babi buta
Bersama pasukan dan saudaranya para
kurawa
Berbalas menyerang melepaskan panah
saktinya
Yang membuat banyak prajurit Pandawa
binasa
Melihat keadaan ini, Arjuna tampillah ke muka
Untuk tangkis serangan panah-panah
Suyudana
Dengan panah saktinya pula bernama
Candanila
Yang bisa datangkan taufan besar
pemutar bala
Maka tersapubersihlah
panah-panah Suyudana
Tak satupun yang bisa sentuh
prajurit Pandawa
Tetapi pasukan Kurawa semakin
menjadi murka
Mereka terus menggempur sirna
ketakutannya
Akan tetapi, di sana ada Bhima dengan gadanya
Yang berputar kencang bergemuruhlah
suaranya
Gada Lohita banyak binasakan prajurit Kurawa
Dan hampir saja Suyudana pun tewas
dibuatnya
Sementara Sangkuni yang ada di dekat
Suyudana
Gemetar badannya ciut hati pucat
pasi wajahnya
Di saat Bhima menangkap menjambak
rambutnya
Dia merengek menangis minta ampun
pada Bhima
Tapi sang Sena Bhima tiada mau sama
sekali peduli
Dengan segala tingkah yang
diperlihatkan Sangkuni
Sebab dia tahu persis watak Sangkuni
yang pengiri
Jahat, banyaklah tipu muslihat,
licik dan pendengki
Maka Bhima Sena menghatam keras
tubuh Sangkuni
Dengan gada Lohita hingga Sangkuni seketika mati
Bhima menghirup darahnya dengan penuh rasa
benci
Mayatnya pun masih dipukuli dan digada
berkali-kali
Begitulah nasib tragis si sang raja
Gandara Sangkuni
Yang terkenal sangat ahli dalam
bertipu muslihat keji
Selalulah berbuat jahat dengan
memfitnah di sana-sini
Akhirnya mati mengenaskan karena
tingahnya sendiri
Bumi
Pangarakan, Bogor
Sabtu, 26
Desember 2015 – 2i:00 WIB
“ANAK PUNGUT IBU URUT”
Karya
: Ki Slamet 42
Tertulis
cerita dalam kata-kata nan berpagut
Kisah
tentang berlagaknya satu anak pungut
Yang
sukar diajar urus dengan lemah lembut
Meski
orang tua mendidiknya lemah lembut
Tetapi
tetap saja dia tak pernah mau manut
Sang
ibu si anak angkat sempatlah terkejut
Saat
sang anak merengek menangis merajut
Sambil
berkata-kata kasar yang tiada patut
Sebab
permintaannya tak juga dikabul turut
Oleh
orang tua yang Cuma tukang pijit urut
Dulu
anak angkatnya diperoleh dari wanita
Yang
ditolong saat kesulitan melahirkan dia
Bernasiblah
buruk akhirnya meninggal dunia
Di
rumah bordil tempat mesum penjaja cinta
Tempat
ibu Urut bekerja mijit pelanggannya
Sikap
laku anak pungut bu Urut yang egois
Sungguh
membuat aku menjadi sangat miris
Dia
tak tahu ibu kandungnya bernasib tragis
Dan
dia hanyalah anak pungut yang dikais
Oleh
bu Urut yang cuma bisa meratap tangis
Tapi
dalam hati kecil kadang bisa memahami
Karena
berdasarkan referensi ilmu psikologi
Anak
usia belasan tahun rasa egoisnya tinggi
Acapkali
marah jika keinginannya tak dituruti
Bahkan
kuat seharian dikamarnya kurung diri
Memang
siapa ingin jika harga diri dikhianati
Oleh
anak pungut yang tak jua mau mengerti
Dengan
orang tuanya yang belum bisa kabuli
Dengan
keinginannya yang mesti segera diberi
Padahal
tahu ibunya hanya pijit urut sana-sini
Ya..,
bu Urut memang harus berikan toleransi
Kepada
anaknya dengan penuh kesabaran hati
Mungkin
laku anak secara genetik pengaruhi
Yang
dituruni oleh bapak dan ibu kandung asli
Dan, bu Urut mesti bijak dan besarkan jiwani
Bumi Pangarakan, Bogor
Jumat, 25 Desember 2015 – 12:47 WIB
“DI DALAM PERTUNJUKAN
WAYANG”
KARYA : Ki Slamet 42
Apabila segala sesuatu sempurna persiapannya
Maka dalangpun memainkan wayang-wayangnya
Yang sudahlah tertentu sifat dan karakternya
Dalam kurun waktu yang telah ditentukannya
Siapapun yang menjadi pelakon tokoh wayang
Digolong dalam pihak yang kalah dan menang
Kalah dan menang ditentukan dengan perang
Harus kalah ya kalah, harus menang ya menang
Perang itu adalah simbol kerasnya perjuangan
Dalam melawan segala hawa nafsu kejahatan
Yang terus bersemayam dalam diri setiap insan
Mengajak, menghasut
berbuat kemungkaran
Golongan yang jahat berakhir dengan kekalahan
Golongan yang benar akan mendapat kemenangan
Semua itu diatur oleh
Sang Pengatur kehidupan
Maha Dalang Pengatur segala bentuk penciptaan
Bumi Pangarakan, Bogor
Selasa, 23 Desember – 12:03
WIB
“BESARNYA KASIH
IBU“
Karya: Slamet Priyadi
Saat aku kecil bayi mungil dalam keluarga sekandung
Ibu timang-timang aku sambilah riang bersenandung
Ekspresikan tembang nyanyian kidung indung-indung
Tembang melodi irama jaga mantra tudung pelindung
Ungkapan rasa cinta kasih sayang yang menggunung
Kepada ananda yang masihlah butuh tulung-pitulung
Di masa-masa ketiadaberdayaan ananda yang kadung
Dalam ringis tawa dan
rengek tangis yang merudung
Saat ananda rasakan haus lapar yang meraung-raung
Ibu menjaga, membelai, menyusui, ngayom melindung
Daripada berbagai
macam bala yang terus megurung
Yang setiap saat bisa cengkeram jiwa tak bisa diurung
Ibu, meski kau sudah lama pergi penuhi panggilan Ilahi
Semua kenangan itu masihlah lekat kuat terukir di hati
Tentang perjuangan keras ibu saat ada di kebun sendiri
Ketika bercocok tanam sayuran, buah dan menuai padi
Sementara ananda di pematang sawah pun berlari-lari
Sambil mainkan melodi musik gogolio dari batang padi
Ibu, ananda
juga acap terkenang dan masih tetap ingat
Saat ibu
menarik gerobak sayur dan buah
dengan kuat
Susuri sepanjang jalan Luano Purworejo berbeban sarat
Dalam kondisi jalan yang becek, berlubang dan berkerat
Sedangkan hujan pun turun sepanjang hari dengan lebat
Namun Ibu tak anggap itu penghalang tetap berangkat
Ibu, maafkan ananda yang tak pernah sempat balas budi
Ananda sadari,
jasamu tiada akan terbalas sampai
mati
Saat lahirkan anada ibu berjuang antara hidup dan
mati
Besarkan ananda dengan segala derita yang tiada terperi
Berjuang ‘tuk sekolahkan ananda dengan segala motivasi
Tiada pamrih semata besarnya rasa kasih yang tulus
suci
Ibu, dengan segala kehormatan, kemulyaanmu yang abadi
Ananda memohon sangat maafkanlah dosa anandamu ini
Ananda cuma bisa mencontoh dan teladani segala budi
Sampaikan kepada semua cucu-cucu ibu di rumahmu ini
Tentang sikap tiak kenal menyerah dan bersikap mandiri
Tentang kebersamaan dalam perbedaan berwarna-warni
Bumi Pangarakan,
Bogor
Selasa, 22
Desember 2015, 08:57 WIB
“PESAN RELIGI DARI ALAS PARIGI”
Karya:
Slamet Priyadi
Sendirian
saja napak tilas di alas parigi
Saat
malam hari ketika semuanya pergi
Dan,
tiada ada lagi yang dapat kumiliki
jauhkan
segala harap, emosi dan ambisi
Hanya
berbekal semangat kuatnya jiwani
Melangkah
kaki di jalan setapak nan sepi
Yang
di kanan kiri, banyaklah ditumbuhi
Semak
belukar dan pohon-pohon tinggi
Tingginya rasa angkuh dalam pigura hati
Masih lekat kuat menghasut ajak nurani
Tetap
dalam kedumehan kepongahan diri
Yang
berselimut tebal hitam tutup jiwani
Sementara
malam berhiaskan Dewi Ratu
Nampak
wajah yang kuning keemasan itu
Ramah
telusup di celah-celah daun bambu
Terpa
wajahku bagai berkata menghimbau
“Tuan,
hatimu masih berwarna hitam kelabu
Rasa
sombong, congkak dan keangkuhanmu
Masih
melekat kuat semayam di dalam kalbu
Dan,
tuan harus berupaya keras rubah laku”
“Maka,
menjadilah seputih awan di langit biru
Terus
bergerak berarak ke bentuk yang baku
Kebenaran
religi dan, tuan tetaplah mengacu
Pada
pedoman yang Maha Hidup Maha Satu”
Tuhan...Tuhan...Tuhan...
Sang Maha Penentu !
Bumi Pangarakan, Bogor
Selasa, 22 Desember 2015 – 03:57 WIB
SAAT EMPAT BENDA
ITU RAIB DARIKU
Karya : Ki
Slamet 42
Ada rasa sesal, kecewa, sedih yang berkepanjangan
Saat ke empat benda penting itu berpindah tangan
Satu modem kendaraan tuk tuju ke alam bayangan
Pergi Kembara ke mana-mana jumpai semua teman
Untuk unjuk kreasi komunikasi dan senda-gurauan
Juga 3 playdisk berisi file-file penting kependidikan
Sebagai bahan referensi yang sangat aku butuhkan
Dalam beraksi di kelas sampaikan materi pelajaran
Kepada seluruh
siswa-siswi SMAN 42 kesayangan
Tentanglah sikap,
pengetahuan, dan keterampilan
Aku tak mau prasangka sebab aku memang lupaan
Acap lalai
taruh barang asalan sering
ketinggalan
Bukan saja di sekolah, di rumah pun juga demikian
Kacamata di kepala
dicari-cari dengan kecurigaan
Hingga sang istri jadi korban lampiasan kemarahan
Meski keempat barang itu raib tak bisa ditemukan
Dan hati rasa duka, kecewa dan penuh penyesalan
Aku akan terus berupaya keras mencoba lupakan
Sebab sadari, segala peristiwa dan semua kejadian
Sudahlah tertulis
dalam catatan garis kehidupan
Bumi Pangarakan,
Bogor
Sabtu, 19
Desember 2015 – 17:46 WIB
“PRILAKU PELARIAN”
Karya : Ki Slamet 42
Grabak-gerubuk
persis kaya orang mabuk diri
Grasak-grusuk
semua orang diseruduk emosi
Bicaranya
terbata-bata kelihatan kikuk sekali
Jalan
terbungkuk kasak-kusuk tak mau henti
Sana-sini
suka bikin ribut sukalah bikin sensasi
Berghibah
membuka aib sesama teman sendiri
Tak
sekali pernah peduli akan akibatnya nanti
Yang
dapat membuat orang menjadi sakit hati
Cengangas-cengenges
mengakaknya keras sekali
Ngobrol
ngalor-ngidul memang sangatlah hobbi
Kepada
para tetangga yang rumahnya didatangi
Padahal
cuaca pada waktu itu masih pagi hari
Akan
tetapi, terkadang aku bisalah memaklumi
Pada
nasib dirinya yang sudahlah ditinggal pergi
Oleh
laki-laki yang bukan lain adalah sang suami
Yang
selingkuh bersama wanita karibnya sendiri
Dan
betapapun aku sungguh dapatlah memahami
Jika
yang dilakukannya cuma prilaku pelarian diri
Akibat
badai khianat dari keegoisan seorang lelaki
Sang
suami yang tergiur oleh nikmatnya rasa birahi
Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 13 Desember 2015 – 09:03 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar