Denmas Priyadi Blog | Sabtu, 02 Febuari 2013 | 08:15 WIB
Arjun dan Jayeng |
Pada peristiwa berikut, saat Jagad
sedang belajar mengerjakan pekerjaan rumah, PR dari gurunya di sekolah, adiknya
Jayeng datang menggangunya kembali akan tetapi Jagad membiarkan saja meskipun
di dalam hatinya ia sangat kesal dan mendongkol. Pada saat itu ibunya datang
dan Jagad berkata pada ibunya, bahwa ia sangat mencintai dan mengasihi adiknya,
Jayeng. Oleh karena itu dia tidak marah lagi kepada adiknya meskipun sudah
mengganggu belajarnya saat mengerjakan pekerjaan rumah. Mendengar penuturan Jagad
ibunya langsung merangkulnya dan mencium
kedua pipinya, “Nah, begitulah! Kamu harus sayang kepada adikmu Jayeng”. Ya,
Jagad terpaksa berkata bohong kepada
ibunya agar tidak kena marah lagi, karena berkata yang benar justru ia mendapat
marah dan tamparan.
Nah sobat, dari gambaran peristiwa di atas bisa ditarik suatu
kesimpulan bahwa berbicara benar membuat seorang anak seperti Jagad, justru
malah mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan, merasakan kesakitan, dicubit
bahkan ditampar oleh ibunya, sedangkan dengan berkata bohong mengatakan yang
bukan sebenarnya mendapatkan sesuatu yang menyenangkan. Tentu pengalaman
itu mengajarkan kepada anak bahwa ibu ternyata lebih menyukai kepada anaknya
yang berbohong. Hal seperti inilah yang acap kali dikeluhkan oleh seorang
ibu karena anak-anaknya sering berbohong. Orang tua terutama seorang ibu
sering kali menyalahkan anak-anaknya yang sering kali berbohong. Padahal
secara tak disadarinya, kelakuan dan sikap anak untuk berbicara bohong itu
akibat dari prilaku dan tindakannya sendiri dalam menyikapi suatu kejadian di
dalam keluarga yang berkait dengan anak-anaknya itu. Dan kesukannya untuk
bicara bohong dari anak-anaknya itu secara tak disadari oleh orang tua merupakan
cermin dari hasil didikannya sendiri.
Bohong adalah berbicara yang tidak sebenarnya dan itu
dilalakukan dengan sengaja yang bertujuan untuk memperdayakan orang lain.
Dengan kata lain berbohong meliputi tiga factor, yaitu:
- Berbicara tidak dengan sebenarnya
- Dilakukan dengan sengaja
- Bertujuan untuk memperdaya orang lain
Nah, apabila orang tua menginginkan anaknya berkata dan
bersikap jujur dan tidak berbohong, mulailah dari sekarang untuk mau menerima
penjelasan dan kata-kata yang disampaikan oleh anak. Dengarkanlah terlebih
dahulu sampai anak selesai mengungkapkan isi hatinya. Jelasnya orang tua harus
bersedia mendengarkan dan menerima sesuatu baik yang menyenangkan maupun tidak
menyenangkan, mau menerima suatu kebenaran baik kebenaran baik maupun buruk
yang dinyatakan oleh seorang anak. Jangan sampai anak merasa takut untuk
mengungkapkan isi hatinya karena pada umumnya anak sangat memperhatikan reaksi
orang tua terhadap ekspresi perasaannya. Sikap dan reaksi-reaksi dari orang
tuanya itu yang akan menjadi pijakan atau keputusan yang diambil anak, apakah
ia akan bersikap jujur atau berbohong. Jika orang tua menghukum anaknya yang sudah berkata sebenarnya,
jujur dan tidak berbohong, tentunya seorang anak akan termotivasi untuk
berbohong sebagai tindakan bela diri atau pertahanan diri. (Referensi: Drs. Dewa Ketut Sukardi. “Psikologi Populer”
Ghalia Indonesia. Jakarta 1987)
Penulis
Slamet Priyadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar