Jumat, 08 Februari 2013

“WAYANG KULIT BETAWI” By Slamet Priyadi


DENMAS PRIYADI BLOG | MINGGU, 09 FEBUARI 2013 | 06:50 WIB
Pentas Wayang Kulit
SEKITAR tahun tujuhpuluhan ketika saya masih remaja, saya pernah menonton pergelaran wayang kulit di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur. Pada waktu itu saya belum mengetahui kalau kesenian wayang yang saya tonton tersebut adalah Wayang Kulit Betawi, karena setahu saya pada waktu itu wayang adalah bentuk kesenian masyarakat jawa, terutama Jawa Tengah, tempat saya berasal. Hal ini baru saya ketahui kemudian bahwa wayang yang saya saksikan tersebut Wayang Betawi setelah saya menikmati pergelaran wayang kulit tersebut sampai selesai.  Ternyata wayang yang saya tonton tersebut berbahasa Indonesia dengan disana-sini dihiasi dengan dialek khas Jakarta, penuh humor dan sedikit dialog penuh canda antara dalang dan para nayaga. 

Wayang Kulit Betawi yang saya saksikan tersebut dimainkan oleh seorang dalang yang pada waktu itu namanya sudah cukup dikenal oleh masyarakat setempat bernama, Bonang. Dari pengalaman tersebut di atas telah menggelitik saya untuk mengetahui lebih jauh tentang kesenian Wayang Kulit Betawi.
Wayang Kulit Betawi adalah suatu pertunjukan wayang yang menggunakan boneka-boneka terbuat dari kulit kerbau dan penerapan permainan pertunjukannya masih secara Jawa.  Diiringi seperangkat musik gamelan dengan gendang pencak menjadi musik yang dominan dalam mengiringi gerak wayang disertai tembang-tembang Sunda yang mendayu-dayu dinyanyikan oleh para pesinden.

Dalam pertunjukan Wayang Kulit Betawi sama dengan pertunjukan wayang  Jawa, dalang menggunakan sekotak wayang kulit dan delapan orang pemain musik gamelan yang berperan sebagai pengiring pertunjukan wayang.

Di wilayah Lubang Buaya, Cijantung,  Pasar Rebo, dan sekitarnya, Dalang Bonang merupakan satu-satunya dalang yang permainan wayangnya melebihi dalang-dalang lain seangkatannya, konon bahkan dia melebihi  gurunya sendiri, Pak Misan yang terlebih dahulu mengundurkan diri sebagai dalang Wayang Kulit Betawi.

Wayang Kulit Betawi termasuk salah satu bentuk kesenian tradisional daerah Jakarta yang sampai sekarang masih digemari masyarakat setempat.  Hal ini terbukti pada setiap pertunjukan di daerah-daerah sekitar Jakarta selalu ada partisipasi penonton, terlihat dari adanya dialog antara dalang dan penonton, dalang dan salah satu  pemain gamelan. Mereka saling sahut-menyahut dengan dialog “nguda rasa”(bicara dengan diri sendiri).
 
Musik pengiring Wayang Kulit Betawi adalah seperangkat gamelan yang terdiri kromong 10 nada, Demung 7 nada, 2 saron dengan 5 nada, dua ketuk, satu kempul dan satu gong.  Sebagai pembawa melodi lagu adalah instrument rebab atau bisa juga oleh pesinden. Adapun musiknya berlaras Slendro. Sumber cerita Wayang Kulit Betawi bermacam-macam, bisa dari cerita rakyat seperti si Jampang, dari cerita komik, atau dari cerita wayang yang sudah ada maupun cerita karangan. [Referensi : Pertumbuhan Seni Pertunjukan – Prof. Dr. Edi Sedyawati]       

Penulis
Slamet Priyadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar