Slamet Priyadi |
Gelegar Pertala
Denmas
Priyadi Blog│Selasa, 05 Maret 2013│06:30 WIB
Geram
gelegar pertala usik marcapada
Saksikan
prilaku dan ulah manusia
Yang
tak lagi berunggah-ungguh kedepankan etika
Sana
sini hanya umbar syahwat
Nafsu
angkaranya pun kian menggeliat
Yang
digugu dan ditiru lenyapkan rasa malu
Yang
digdaya dan kuasa cengkeramkan kuku
Pancanakanya
pun kian menghujam
Membenam
semakin dalam
Menusuk
jantung dan merobek selimut social
Masyarakat
kecil yang kian melemah, gontai dan lunglai
Tiada
berdaya…
Ya,
yang tak lagi punya daya dan upaya
Slamet Priyadi
Kp. Pangarakan-Bogor
Pituah
Segumpal Asap Rokok
Denmas Priyadi Blog│Jumat, 28
Desember 2012│09:30 WIB
Selepas tidur suntuk semalam, di
pagi cerah ini, aku minum secangkir kopi
Terasa dada ini menghangat meski
sedikit menyengat
Sambil menghisap sebatang rokok, aku
tatap jendela rumah
Nampak bingkai kayunya mulai
rapuh-ruah
Pikirku pun jadi menerawang ya,
begitulah aku sekarang
Semakin tua usia lekang, semakin
merenta tulang-tulang
Kembali aku hisap rokok yang ada di
jemariku
Asapnya mengepul-ngepul kelabu, berputar-putar
di depan mataku
Melayang-layang di telinga seperti berbisik
dan berkata-kata,
"Usia
tuan semakin lanjut dan berkurang, apa yang sudah tuan persiapkan dari sekarang
‘tuk
bekal tuju ke Maniloka alam kelanggengan"
Segera aku matikan rokok di jemari melangkah
gontai dan lunglai
Menuju ke kamar mandi 'tuk bersuci bersihkan semua kotoran dalam diri
Menuju ke kamar mandi 'tuk bersuci bersihkan semua kotoran dalam diri
Tuhan, dosa-dosaku semakin merebak,
hingga kini pun belum jua terkuak
Aku jauh dari-MU, dan semakin jauh
dari-MU, gerakkanlah hati hamba-MU,
Berikanlah kasih-MU, berikanlah
rahmat-MU agar aku dekat, dan kembali ke jalan-MU
Amieeen......
Amieeen......
Slamet
Priyadi
Kp. Pangarakan-Bogor
Carmuka
Denmas Priyadi Blog│Senin, 17 Desember 2012│07:16
WIB
Adalah sudah merupakan kebiasaan
kebanyakan orang-orang kita
Suka dan gemar sekali cari muka
Sana-sini mencaci, sini-sana memuja
Di depan menjilat-jilat lidahnya
pintar bersilat
Ketika kepentingannya tak didapat,
dia pun melompat ba’ kutu loncat
Janji ‘tuk loyal prasetia, dengan
puji dan puja lupalah semua
Kesetiaan yang tersisa hanya
kepentingan semata
Di belakang menista tiada henti cari
kesalahan di sana-sini
Di depan menjilat-jilat menyosorkan
diri
Dengan alibi demokrasi bicaranya
ceplas-ceplos tanpa isi, tanpa basa-basi
Asalkan senanglah di hati
Yakh, begitulah memang prilaku diri
Si Carmuka yang suka cari muka di
sana dan di sini
Slamet Priyadi
Kp. Pangarakan-Bogor
Kau Tak Pernah Mau Sirna
Denmas
Priyadi Blog│09 Desember 1978│08:45 WIB
Sudah
tiga puluh satu warsa sejak taqdir pisahkan kita
Bayang-bayangmu
Lutfia, masih jua tak pernah mau sirna
Dari
benakku, bahkan dari jiwaku, dan segala rasa
ini semakin menyiksaku
Segala
daya, segala upaya telah aku coba
Memecah
cermin kalbu, mengoyak tabir rindu, melepas
rantai belenggu
Bahkan
aku kepakkan sayap terbang
kembara ke alam dewangga ‘tuk lupakan segala lara
Namun,
kau masih jua tak pernah mau sirna dari benakku,
dari kalbuku
Dan
kenangan itu, serta gelora rasa ini, bahkan selalu
mendera hari-hariku
Menteror
jiwaku di setiap waktu
Slamet Priyadi
Kp. Pangarakan-Bogor
Sajak Dari Bukit Parigi
Denmas
Priyadi Blog│Minggu, 16 Des. 2012│09:25 WIB
Meniti
jalan setapak di kaki bukit Parigi
Saat
cahaya Mentari pagi menelusup celah-celah daun bambu
Di
simpang kelok jalan bertugu batu
Nampak
dua ekor anjing berpadu satu saling ungkapkan hasrat nafsu
Merasa
terganggu atas kehadiranku
Keduanya
menyalak keras ke arahku seakan protes dan berkata
“Wahai
manusia, kami bukan sepertimu yang memiliki etika dan rasa malu
Jadi,
silahkan lewati jalan ini, dan angan ganggu kenikmatan kami”
Kemudian aku pun berlalu
Melewati
gundukan semak-semak jalan setapak
Di
balik rimbunnya daun bambu dan pohon salak
Nampak
di sana, dua ekor kera jantan dan betina sedang ungkapkan hasrat senggama
Merasa
terganggu atas kehadiranku, keduanya, dengan wajah galak mata terbelalak
Menatap
garang ke arahku seakan protes dan berkata,
“Wahai
manusia kami bukan sepertimu yang memiliki etika dan rasa malu
Jadi,
lewati jalan ini dan jangan ganggu kenikmatan kami”
Kemudian
akupun segera berlalu
Tak
terasa waktu berganti, Surya pagisemakin meninggi
Aku
terus melangkah meniti jalan setapak di kaki bukit Parigi
Melewati
kebun yang buahnya mulai ranum
Melewati
pematang sawah yang padinya mulai menguning
Dua
wanita jelita menyapa dengan tingkah menggoda yang mengundang hasrat jiwa
“Wahai
tuan kami tahu, tentu tuan seperti yang lain
Mampirlah
di kedai kami, di sini ada kopi kehangatan
Sesuai
dengan selera dan rasa yang tuan inginkan”
Dan
akupun terus berlalu
Ketika
peluh membasahi seluruh tubuh
Ketika
rasa lelah mulai mengeluh
Aku
putuskan untuk henti berjalan
Rehat,
istirahat kembali segarkan badan
Segera
aku hampiri kedai di ujung jalan
Pesan
secangkir kopi dan setatakan gorengan
Dengan
lemah gemulai dan kemayu
Perempuan
kedai itu buatkan kopi pesananku
Sambil
tawarkan hasrat tak malu-malu
“Wahai
tuan, tadi ada tiga orang dari kota sama seperti tuan
Dan,
sekarang pun masih di dalam biasa tuan, cari belai-belai kehangatan
Apakah
tuan juga berkeinginan sama seperti mereka?”
Ucap
perempuan itu sambil tertawa cekikikan
Tiada
kata-kata terucapkan segera aku bayar secangkir kopi dan gorengan
“Benar-benar tak punya etika dan rasa malu”
Aku
menggerundel, dan segera berlalu dari kedai itu
Slamet Priyadi
Kp. Pangarakan-Bogor
Slamet Priyadi
Kp. Pangarakan-Bogor
Sang Rajawali Garuda
Denmas Priyadi Blog | Minggu, 23 0ktober 2011| 01:30
WIB
Kau Rajawali, Garudaku…
Digjaya, perkasa nan gagah perwira
Terbang melayang di angkasa raya
Mengepak sayap menguak jagad
Sekuat, sekeras kilat pertala
Gelegarkan gema Pancasila
Gaungkan ke Marcapada
Terbang melayang di angkasa raya
Mengepak sayap menguak jagad
Sekuat, sekeras kilat pertala
Gelegarkan gema Pancasila
Gaungkan ke Marcapada
Kau Rajawali, Garudaku...
Kini tak gagah dan perkasa lagi
Bintangmu nyaris tak berlima segi
Bantengmu seakan tak bertaji
Beringinmu tak rimbun kini
Padi kapasmu tiada bersemi
Dan, Rantai satu pengikat
Pun kian rompal berselimut karat
Menanggung beban yang kian sarat
Beringinmu tak rimbun kini
Padi kapasmu tiada bersemi
Dan, Rantai satu pengikat
Pun kian rompal berselimut karat
Menanggung beban yang kian sarat
Kau Rajawali, Garudaku...
Hayo, keluarkanlah daya saktimu
Terbanglah tinggi-tinggi
Angkatlah bebanmu kuakkan mega-mega
Untuk menembus angkasa
Kepakkanlah sayap Pancasila seluas jagad raya
Agar dunia tahu bahwa kita masih perkasa
Ya, masih perkasa
Angkatlah bebanmu kuakkan mega-mega
Untuk menembus angkasa
Kepakkanlah sayap Pancasila seluas jagad raya
Agar dunia tahu bahwa kita masih perkasa
Ya, masih perkasa
Slamet Priyadi
Kp. Pangarakan-Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar