Bukit Cibeling, Jawa Barat |
"DI SAAT PAGI HARI NAN CERAH"
Karya
Slamet Priyadi
Sekelompok burung bangau itu
berterbangan bersamaan
Tembus gumpalan kabut putih
yang selimuti persawahan
Burung-burung kutilang di ranting pohon
durian bersaltoan
Senandung bersiul riang tembangkan kidung kebahagiaan
Di pohon rambutan burung cabe-cabean saling bercuitan
Sambut
Sang Mentari pagi yang bersinar
putih keperakan
Yang cahayanya cerahkan, segarkan, dan sehatkan badan
Hingga sadarkan aku dari tidur lelap yang berkepanjangan
Kukucakkan mata tatap ke luar jendela dari lamin panjang
Kupu-kupu terbang mengitari bunga-bunga dan kembang
Yang banyak tumbuh subur hiasi halaman rumah belakang
Sementara
dari liang batang pohon kayu yang
telah usang
Ke
luar ular kobra mangsa seekor
iguana bernasib malang
Yang meronta-ronta sebentar lalu
nyawanyapun melayang
Ular kobra lari menjalar kembali ke liang
tempat bersarang
Sebab
perut telah terisi mangsa
yang membuat kenyang
Nun jauh di sana hamparan sawah yang luas membentang
Di
lereng bukit kaki Gunung salak
yang nampak kerontang
Mengalun kidung alam dinamika con fiesto
katak bangkang
Mantra penurun hujan agar air melimpah
ruah mengubang
Sang katak bangkang, dan ikan-ikan
berenang-renang riang
Tiada waspada sedikit pun bangau-bangau
berkaki panjang
Terbang kitari hampar
sawah berkubang melayang-layang
Lalu menukik tajam mangsa
ikan-ikan dan katak bangkang
Yang sebentar kemudian nyawa merekapun lenyap hilang
Sesaat
saja pagi hari nan cerah
berganti mendung hitam
Hujan turun begitu lebat tak bisa lagi
dihalang dan diredam
Angin topan dan
badai mengamuk cuaca semakin kelam
Guntur menjelegur,
lidah petir menjulur mangsa
isi alam
Tanah lonsor, banjir, petaka melanda
semuanya bermuram
Di dalam sedih dan nestapa yang tiada
tara larut dan karam
Sadarkan segala sikap
perilaku dumeh, pongah, dan mam
Munafik, angkuh, angkara murka, tamak dan
bersifat kejam
Minggu, 01 Maret 2015 – 17:27
Bumi Pangarakan, Bogor
"KEMELUT PEMILU 2014"
Karya: Slamet Priyadi
Di tahun dua ribu empat belas ini
Ada ajang besar
pentas demokrasi
Pemilu Legislasi hak rakyat memilih
Para wakil rakyat dan Presiden RI
Semua kandidat berancang-ancang
Siapkan taktik dan strategi menang
Mereka saling aksi mencari simpati
Agar menjadi pemimpin negeri ini
Dalam tahun politik yang menggeliat
Saingan sehat antar masing kandidat
Nampaknya masih jauh dari harapan
Saling cari kesalahan cari kelemahan
Bahkan antara masing para kandidat
Para pendukung dan para pengamat
Di media TVdi tonton berjuta rakyat
Mereka saling caci-maki menghujat
Berbicaranya gahar, kasar, dan sangar
Adalah kata-kata yang acap kali keluar
Kuat berdebat saling beradu komentar
Kadang benar lebih banyak yang nyasar
Bicaranya pun penuh dengan antrak-intrik
Menggelitik, mengutak-atik tak simpatik
Penuh rasa curiga, berprasangka tak baik
Yang didapat dari nguping dan bisik-bisik
Yok, para kandidat calon pemimpin rakyat
Para politisi, pendaulat dan para pengamat
Indonesia akan menjadi negara
yang kuat
Jika kita tetaplah satu dalam bingkai NKRI
Bumi Pangarakan, Bogor
Selasa, 03 Maret 2015 - 21:14 WIB
"KITA MEMANG
EGOIS"
Karya Slamet Priyadi
Kenapa, kita mesti selalu berdalih mengalih
Pada sesuatu yang sudah jelas harus dipilih
Kebenaran Tuhan itu harus kuat digenggam
Jadi ageman bersikap, bertindak, bergumam
Tetapi kita manusia memang seringlah lupa
Bahkan sering kali alpa karena keegoan kita
Bersikap egoistis, apatis, cuek, dablek, kasar
Tiada mau mendengar, merasa paling benar
Yakh, itulah kita, maaf, bukan kamu atau anda
Karya Slamet Priyadi
Kenapa, kita mesti selalu berdalih mengalih
Pada sesuatu yang sudah jelas harus dipilih
Kebenaran Tuhan itu harus kuat digenggam
Jadi ageman bersikap, bertindak, bergumam
Tetapi kita manusia memang seringlah lupa
Bahkan sering kali alpa karena keegoan kita
Bersikap egoistis, apatis, cuek, dablek, kasar
Tiada mau mendengar, merasa paling benar
Yakh, itulah kita, maaf, bukan kamu atau anda
juga bukan kita semua, tapi adalah aku sendiri
di sini dalam hati yang maunya menang sendiri
Egois dalam segala hal, di dalam segala perihal
Egois dalam segala hal, di dalam segala perihal
Bumi Pangarakan, Bogor
Kamis, 05 Maret 2015 – 20:42 wib
"PESAN
PEJUANG"
Karya: Slamet Priyadi
Telah aku wariskan Sang Saka Merah Putih pusaka bangsa
Dari medan juang korbankan nyawa perlaya ikhlas dan
rela
Telah aku wariskan Sang Rajawali Garuda perkasa
perwira
Dari medan juang
korbankan jiwa demi bangsa
merdeka
Wahai kaum muda pewaris bangsa, jagalah dan camkanlah
Janganlah sampai Pusaka Bangsa robek, terkoyak
berdarah
Pancasila Bhineka Tunggal Ika jadikan pemersatu bangsa
Bangsa Indonesia yang harus tetap jaya di bumi
Nusantara
Sabtu, 08 Maret 2015 – 00:17 WIB
Bumi Pangarakan, Bogor
"TUYUL BERGAJUL ITU KEMBALI MUNCUL"
Karya Slamet Priyadi
Makhluk gaib si Tuyul bergajul itu
kembali muncul
Bertubuh kecil berperut buncit berkepala gundul
Dari lubang sumur terus melangkah masuk
rumah
Matanya membelalak merah seperti orang
marah
Di saat petang ba’da azan maghrib
berkumandang
Hari Kamis malam Jumat saat hujan gerimis
datang
Aku masih tetap tak peduli Tuyul itu
menggerayang
Masuki kamar belakang tempat aku rebah
selayang
Istriku tiada lihat si Tuyul itu, dia duduk saja tenang
Saksikan televisi berita DPRD dan
Gubernur perang
Argumentasi rasa benar sendiri dengan
hati berang
Sungguh satu tontonan yang buruk untuk di
tayang
Muak lihat tontonan yang cuma penuh
perdebatan
Aku matikan TV ganti putar lagu-lagu
religi rohanian
Tembang rohanian sirnakan wujud Tuyul
bergajulan
Yang gaib lenyap sirna seketika hilang lari
melayuan
Sementara aku dan istriku duduk rehat
berlonjoran
Pikir aku serasa stagnan seperti berjalan
tak karuan
Dalam keadaan pikir yang kosong muncul
kesadaran
Aku teringat pada uang gaji yang baru
saja kuberikan
Pada sang istri untuk belanja rumah tangga sebulan
Aku tanya sang istri apa gaji itu masih
utuh tersimpan
Saat dihitung ternyata uang gaji
berkurang satujutaan
Peristiwa ini mungkin mengada-ada hanyalah
karangan
Dan, itu bisa diterima karena tak
langsung mengalaminya
Namun,bagi para tetangga se kampung yang
pernah sama
Merasakan dan mengalaminya langsung
pastilah ia percaya
Tentang uang hilang secara gaib di tarik
sang tuyul bergajul
Sabtu, 07 Maret 2015 – 9:30 WIB
Slamet Priyadi di Bumi Pangarakan, Bogor
|
|
"SEMERAWUT DALAM KEMELUT"
Karya Slamet Priyadi
Awan-awan mendung layang berarak di puncak gunung
Bersayap bulu-bulu hitam kelabu tanda alam berkabung
Derai linang air mata terus saja menetes tak bisa diurung
Sebab orang-orang kecil masih keras menjerit meraung
Dimangsa buasnya hukum rimba terbelenggu terkurung
Dalam neraka kemelaratan yang terasa semakin kadung
Sementara hutan-hutan di bukitpun
semakin kerontang
Dibalak oleh pemangsa galak ditebang pemangsa garang
Yang tak henti-henti menyerbu serang
malah bersarang
Di balik gerumbul gumuk hutan rimbunnya dedaun uang
Bergelimang kemewahan bersuka ria bersenang-senang
Berenang di kolam air matanya orang-orang yang malang
Semerawut kemelut bursa kepemimpinan diayak-goyang
Mengusut-usut benang kusut kesalahan lampau diterawang
Saling dalih-berdalih kebenaran adalah taktik untuk menang
Mengatur strategi tarik-ulur laksana bermain layang-layang
Tiada pikir itu membuat masyarakat
dalam suasana gamang
Tertutupkan selimut politik warna putih hitam suram garang
Dalam semerawutnya kemelut yang masih berekor panjang
Masih adakah harapan munculnya cahaya kemintang terang
Yang bisa sinari gelapnya nasib
rakyat kecil bernasib malang
Yang melangkah lemahsebab dua kakinya tak lagi bertulang
Yang cuma mampu bergerak ngesot ronta melalang melang
Menanti tulung-pitulung dari para pembijak para penopang
Kamis, 19 Februari 2015 – 19:35 WIB
Slamet Priyadi
Di Kp. Pangarakan, Bogor
"DALAM DIRI KITA"
Karya Slamet Priyadi
Dari alam kegaiban, lewat gelora pria dan wanita
Maka Lahirlah kita wujud sukma jelma manusia
Yang tercipta dari anasir air, api,
tanah, dan udara
Lalu langlang kembara sementara di marcapada
Bersama daging, darah, adi ari-aripun jadi
marwah
Jadi segala daya kekuatan rohaniah dan
jasmaniah
Nafsu
aluamah, amarah, supiah, dan mutmainah
Mulhimah
kita adalah rupa panglima pemberi arah
Dalam diri kita ada jiwa, sifat dan watak
dasamuka
Tamak, rakus, serakah penuh nafsu angkara
murka
Dalam diri kitapun ada sifat dan watak
Kumbakarna
Tak pernah salah, tak mau kalah,
dan cepat murka
Dalam diri kitapun ada sifat dan watak
Sarpakenaka
Selalu mengutamakan birahi libido tiada
bisa dijaga
Dalam diri kita, juga ada jiwa, sifat watak Wibisana
Yang penuh kejujuran, kebenaran, kesucian
utama
Dan sekali waktu, jiwa dan raga kita
adalah milik kita
Dan pada saatnya kelak, jiwa dan raga
kita semua
Pasti menuju ke sana, kembali
keharibaan-Nya
T u h a n Sang Maha Pencipta Sang Maha segala
Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 07 Maret 2015 – 17:13 WIB
"KEDAI KOPI DI KAKI BUKIT PARIGI"
Karya: Slamet Priyadi
Meniti jalan setapak di kaki bukit Parigi
Di saat cahaya Surya sang Mentari pagi
Menelusup di celah - celah daun bambu
Di simpang kelokan jalan bertugu batu
Nampak dua ekor anjing berpadu satu
Saling ungkap
nikmatnya hasrat nafsu
Merasa terganggu sekali atas kehadiranku
Keduanya pun
menyalak keras ke arahku
Seperti lakukan
protes lalu berkata kelu,
“Wahai tuan, kami ini bukanlah sepertimu
yang masih memiliki etika dan rasa malu
Jadi, janganlah mengganggu kami di sini
Segera lewati jalan ini, jangan usik kami”
Melewati gundukan semak jalan setapak
Di balik rimbun bambu dan pohon salak
Nampak dua ekor kera jantan dan betina
Sedang
ungkap libido hasrat senggama
Merasa terusik sekali dengan kehadiranku
Keduanya dengan wajah galak mata terbelalak
Menatap garang ke arahku seakan protes dan berkata,
“Wahai tuan, kami bukan sepertimu yang miliki etika
rasa malu
Jadi, lewati saja jalan ini! Dan, Jangan ganggu
kenikmatan kami”
Tak terasa waktu berganti, Sang Mentari pagi semakin meninggi
Aku teruskan melangkah meniti jalan setapak di kaki
bukit Parigi
Melewati kebun-kebun buah yang buahnya mulai ranum
memerah
Melewati
pematang sawah yang padinya mulai kuning sumringah
Ketika peluh basahi seluruh tubuh, dan rasa lelah
mulai mengeluh
Saat jalan merunduk menatap ilalang, dua wanita menyapa manja
Dengan tingkah menggoda yang sungguh mengundang hasrat
jiwa
Kedua wanita itu gandeng tanganku tanpa malu sambil
berkata-kata
“Wahai tuan kami tahu, tentu tuan seperti juga
tamu-tamu yang lain
Mampir di kedai kami! Di sini tersedia bermacam kopi
kehangatan
Kami pastikan akan sesuai dengan selera rasa yang tuan
inginkan!”
Aku henti berjalan,
rehat istirahat untuk kembali segarkan badan
Duduk santai di
kedai pesan secangkir kopi dan setatakan gorengan
Dengan sikap
kemayu pelayan kedai itu
buatkan kopi pesananku
Sambil
menawarkan kopi kehangatan
hasrat seks tak malu-malu:
“Tuan, tadi ada tiga
orang dari kota, sekarang pun masih di dalam
Biasa tuan, apakah tuan
juga berkeinginan sama seperti mereka?”
Ucap
perempuan pelayan kedai kopi itu sambil
tertawa cekikikan
Aku diam tak jawab pertanyaan itu, jiwaku jadi rasa
makin tertekan
Segera aku bayarkan
secangkir kopi dan gorengan yang aku pesan
Sambil menggerundel,“Benar-benar tak punya etika dan
rasa malu!”
Dan aku segera cepat berlalu melangkah pergi dari
kedai itu
Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 08 Maret 2015 – 03 :46 WIB
"AKANG SAYANG"
Karya: Sita Rose
Akang…
Sudah tiga warsa ini kau tak pernah lagi
kasih kabar berita
Dan, di
sini aku semakin
resah, semakin gundah gulana
Sedang
anak-anak kita pun selalu saja
menanyakan akang
Kapan
ayah akan pulang, mak? Mak, ayah
kapan pulang?
Akang…
Sudah tiga setengah warsa kau masih jua
tak beri kabar berita
Aku, anak kita jadi
terombang-ambing dalam ketidakpastian
Dalam kecemasan, dan dalam penantian
yang berkepanjangan
Sedang
pertanyaan itu, pun tak pernah mendapatkan jawaban
Akang …
Sedang apa di sana?Apa negeri yang kau
singgahi lebih jelita?
Apa keelokjelitaan itu telah membelenggumu, sehingga lupa?
Sebab
begitulah warta yang aku terima
sejak kau ada di sana
Jika itu
memang benarlah adanya, aku akan
ikhlas menerima
Akang . . .
Meski hati ini sangat terluka perih
terkoyak duka dan kecewa
Aku kan berupaya jalani hidup ini dengan
penuh ketawakalan
Bersama
anak-anak kita berjuang untuk meraih masa depan
Aku doakan,
semoga kau selalu mendapatkan kebahagiaan
Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 08 Maret 2015 - 09:04 WIB
"GUNTUR MENJELEGUR LIDAH PETIR
MENJULUR"
Karya: Slamet
Priyadi
Gema nan keras gelegar pertala itu usik marcapada
Tegur keras
alam saksikan sikap perilaku manusia
Yang tak lagi berunggah-ungguh kedepankan etika
Hanya mengumbar
nafsu syahwat, nafsu angkara
Yang
digugu dan ditiru pun lenyapkan rasa malu
Yang digdaya sakti dan kuasa cengkeramkan kuku
Pancanakanyapun membenam semakin mendalam
Menusuk jantung masyarakat kecil bernasib kelam
Molekul-molekul kecil itu bergerak kian melemah
Hanya bisa melangkah gontai, lunglai terasa lelah
Kalah, kalah,
lagi-lagi kalah, dan terus saja kalah
Sebab selalu ditekan, diancam haruslah mengalah
Jegur bunyi guntur, lidah petir menjulur bawa bala
Mangsa
segala angkara murka lewat mala petaka
Banjir,
tanah longsor, gempa bumi yang melanda
Hancurkan, musnahkan segala yang ada di marcapada
Alam kini telah murka tak mau lagi diperdaya manusia
Tamak, serakah, birahi tiada terkendali, penuh angkara
Yang
jauh dari sifat jujur dan adil, jauh
dari sifat utama
Pemarah
tak mau kalah, seperti sifatnya Rahwana Raja
Bumi Pangarakan, Bogor
minggu, 08 Maret 2015 - 10:56 WIB
"SANG RAJAWALI GARUDA"
Karya: Slamet
Priyadi
Engkaulah Sang Rajawali, Garuda Bangsa
Sakti mandraguna, digdaya, gagah perkasa
Terbang nan tinggi layang di angkasa raya
Mengkepakkan sayap menguak jagad raya
Gagah gemanya keras bagai guntur pertala
Gelegarkan Pancasila gaung ke marcapada
Terbang nan tinggi layang di angkasa raya
Mengkepakkan sayap menguak jagad raya
Gagah gemanya keras bagai guntur pertala
Gelegarkan Pancasila gaung ke marcapada
Engkaulah Garuda Bangsa Sang Rajawali
Kurasakan kini tak gagah nan perkasa lagi
Bintangmu sudah nyaris tak berlima segi
Bantengmu bagai tak bertanduk tak bertaji
Beringinmu sudah nampak tak rimbun kini
Padi kapasmu pun sudah tiada lagi bersemi
Beringinmu sudah nampak tak rimbun kini
Padi kapasmu pun sudah tiada lagi bersemi
Rantai satu pengikat kian berselimut karat
Karena menanggung beban yang kian sarat
Karena menanggung beban yang kian sarat
Wahai kau Sang
Rajawali, Garuda Bangsa
Hayo,
keluarkan segala daya jaya digdaya
Terbanglah
tinggi-tinggi kuak mega-mega
Kepak sayap Pancasila seluas jagad raya
Agar dunia tahu bahwa kita masih perkasa
Ya, kita masihlah tetap sakti mandraguna
Kepak sayap Pancasila seluas jagad raya
Agar dunia tahu bahwa kita masih perkasa
Ya, kita masihlah tetap sakti mandraguna
Bumi Pangarakan, Bogor
Selasa, 10 Maret 2015 - 20:04 WIB
"GELORA RASA ITU TEKAD BAJA"
Karya Slamet Priyadi
Karya Slamet Priyadi
Saat kau hadir mengukir
jiwa kisruh
Itu nyalakan kenang lama yang luruh
Yang tak pernah lagi pernah berlabuh
Layarpun bagai kembang tak bersauh
Itu nyalakan kenang lama yang luruh
Yang tak pernah lagi pernah berlabuh
Layarpun bagai kembang tak bersauh
Di dalam kasih yang terus bertumbuh
Serasa aku ini tak lagi
bisa bersimpuh
Sebab dirimu pun telah semakin jauh
Sementara aku pun tak
mau mengeluh
Meski semua itu ‘lah membuat luruh
Dalam kebisuan yang semakin
pupuh
Aku tak mau segala
pikir ini merapuh
Dan, hidup ini akan
tetap aku tempuh
Gelora adalah tekad
baja yang kukuh
Rasa adalah cita yang harus dikayuh
Gelora rasa di jiwa tak
bolehlah luluh
Tetaplah dijaga dan teruslah tumbuh
Bumi Pangarakan, Bogor
Selasa, 10 Maret 2015 - 22:10 WIB
"EMPATI ITU SENASIB SEPENANGGUNGAN"
Karya Slamet Priyadi
Kemampuan
rasa kita untuk memposisikan diri
Pada
masalah masalah yang orang lain hadapi
Adalah
rasa empati yang kembara di lubuk hati
Naluri
jiwa yang tersembul dalam sikap terpuji
Dalam
kemampuan diri untuk mau memahami
Untuk
mau mendengarkan dan mau mengerti
Hanyut pada
masalah seakan kita sama alami
Terlebih
lagi maulah kita dengar keluhan jiwani
Maka di
sana tercipta bangunan kepercayaan
Maka akan terciptalah bangunan keterbukaan
Untuk
kerja sama dalam mengatasi persoalan
Sirnakan
perihnya radang tuk ringankan beban
Empati adalah
ekspresi curahan rasa simpati
Penuh
dengan laku ketulusan dan ikhlasan hati
Endapkan
rasa jiwa egois tumbuhkan toleransi
Sama dalam
satu rasa senasib sepenanggunan
Yang
melekat kuat dalam hati, jiwa, dan pikiran
Bumi
Pangarakan, Bogor
senin, 16
Maret 2015 – 13:16 WIB
"KAMU KEBLINGER AKU KELENGER"
Karya Slamet Priyadi
Kepalaku jadi terasa pusing kayak mutar-muter
Pusing tujuh
keliling, mual terasa mau kelenger
Ke sana
salah, kemari salah tak ada yang bener
Pikirkan kehidupan
dunia yang makin keblinger
Padahal
negara ini dipimpin orang-orang pinter
Yang ilmunya
menjulang tinggi bergema santer
Pemimpin, pejabat yang katanya pinter-pinter
Perilakunya
malah mnyebabkan muntah puger
Saling tohok, saling
gontok
rasa paling bener
Rebut posisi, rebut kursi
cuma itu yang diincer
Tak
pikirkan rakyat yang air liurnya terus ngiler
Karena segala kebutuhannya tak bisa dibarter
Harga-harga
barang kebutuhan naik gancang
Sandang, pangan, dan papan jadi berguncang
Nasib
rakyat kecilpun semakin jatuh terlentang
Dibelenggu
kemiskinan yang terus mengekang
Bahkan tak bisa lagi kencangkan ikat pinggang
Sebab tak
ada yang bisa buat perutnya kenyang
Sementara pemimpin, pejabat sibuk berdebat
Para pendukung,
para pengusung beradu kuat
Bicara
kasar dan vulgar lidahnya saling bersilat
Mencaricari
kebenaran sendiri meskipun galat
Sebelum
menang didapat, terus saja menggugat
Sungguh
itu satu contoh buruk bagi masyarakat
Sabtu, 28
Maret 2015 – 08:39 WIB
Kp.
Pangarakan, Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar