Slamet Priyadi |
KEMBARA KE ALAM KAMA GARWA
Karya : Slamet Priyadi
Aku
kembara ke alam kama garwa saat terlelap panjang
Mimpi
indah tentang garwa yang telah lama
sirna hilang
Di saat
hampa sukma jiwani raga terasa melayang-layang
Menghiasi
alam mimpi seraut wajah bentang membayang
Senyum
di kulum goda hasrat jiwa nan kering kerontang
Jerat
belenggu kuat tubuh terikat raga pun
terlentang
Serasa jiwa
kosong hampa gamang bukan alang kepalang
Terlelap
di dunia gelap terjatuh di saat mabuk kepayang
Maka
sukma jiwa jasmani raga pun terasuk nafsu kama
Langlang
pancang berkayuh kencang di samudra
cinta
Bersama
garwa di taman sari mandi wangi bunga-bunga
Kembang
warna-warni pancar kemilau sutera dewangga
Raib sirna
segala nestapa hanyut dalam nikmatnya
rasa
Terus
berkayuh manjakan kama meski tiadalah berdaya
Terus
saja larut tak pernah surut di dalam kama garwa
Serasa
jiwa gamang terumbang-ambing tak ada arahnya
Di
dalam lelah lemahnya raga, dalam lelah luluhnya jiwa
Atmaku
menjalar ke luar mematuk kulit naluri sukma
Ajak
kembali ke balairung istana indah tak ada duanya
Istana
tempatku bermanja, bercanda bersama keluarga
Istana tempatku
berkeluh-kesah di saat gundah gulana
Ungkapkan
isi jiwa yang acapkali datang meronta-ronta
Paparkan
segala peristiwa putuskan belenggu problema
Untuk jadikan
mahligai rumah tangga keluarga bahagia
Maka
kubentang sayap terbang tinggalkan nafsu kama
Yang
selama ini belenggu kuat-kuat naluri putih di jiwa
Kepak
sayap melayang gancang tinggalkan dunia garwa
Kembali
ke istana indah hidup rukun di dalam keluarga
Maka kulempar
lontar nafsu birahi kama dari angkasa
Arahkan
ke istana yang terindah garwaku satu-satunya
Nun
jauh di balik lereng gunung Salak nan sejuk cuaca
Di Kampung
Pangarakan, Bogor, Jawa Barat Indonesia
Senin, 11 Mei 2015 – 23:05 WIB
Slamet Priyadi di Pangarakan, Bogor
BERSERAH
DIRI DENGAN PUJA DAN PUJI
Karya
: Slamet Priyadi 42
Di dalam
dirimu bersemayam sifat tetumbuhan
Tumbuh
alami berkembang dalam habitat insan
Berprinsip
biologis dengan gunakan lingkungan
Berakar
jalar melar dan besar dalam kebebasan
Di dalam
dirimu juga bersemayam sifat khewan
Selalu
manjakan selera dan keinginan-keinginan
Rasa laku
hewan yang harus terus dipancarkan
Derak
gerak ‘tuk hidup di dalam keseimbangan
Di dalam dirimu pun semayam sifat intelektual
Mampu
temukan benar-salah dalam laku netral
Mampu
memilahkan tentang baik-buruknya soal
Bisa
kendalikan emosi pikir rasa secara gradual
Di dalam dirimu malah bersemayam sifat Tuhan
Mau
memberi mengasihi meskipun harap imbalan
Bisa
berkarya, bisa mencipta meski masih tiruan
Tapi kamu
aku juga kita semua bukanlah Tuhan
Maka
selayaknya dan seharusnya kita serah diri
Selalu
terima kasih, berdoa, memuja tiada henti
Ke hadhirat
Tuhan Maha Kasih, Maha Pemberi
Pencipta
jasmani rohani Penentu hidup dan mati
Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 10 Mei 2015 – 08:17 WIB
A G E M A N
Oleh: SP091257
Kebenaran
itu menguatkan keyakinan
Keyakinan
itu memunculkan kekuatan
Kebenaran, keyakinan, dan kekuatan
Jadikanlah
dia sebagai pustaka acuan
Tuk
dijadikan pedoman dasar ageman
Dalam
mengatasi berbagai persoalan
Macam-macam
problema kehidupan
Dengan
percaya pada kuasa Tuhan
Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 09 Mei 2015│21:18 WIB
BISIKAN RELIGI ANGIN PAGI
Karya: Slamet
Priyadi
Aku
langkahkan kaki berjalan tertatih-tatih
Di
jalan setapak yang becek, basah berbuih
Digenangi
air hujan gerimis yang turun lirih
Kudaki
jalan panjang berkelok dengan gigih
Berlatih
laku sabar meraih jiwa putih bersih
Semilir angin pagi yang berhembus
perlahan
Hujan
gerimis rinai yang basahi tetumbuhan
Jalan
yang dipenuhi belukar dan lata hewan
Tak
surutkan aku untuk teruskan berjalan
Melangkah
pasti telusuri bukit Pangarakan
Saat kakiku melangkah
tertatih, terseak-seok
Di jalan setapak yang
panjang berkelak-kelok
Dan
hujan gerimis bagai terus mengolok-olok
Ada desir semilir angin pagi berbisik selorok
Seperti
beri pesan religius yang penuh amok
Wahai tuan, makhluk Khalik Sang
Pencipta
Mengapakah masih berpolah angkara murka
Suka
sekali
menghujat, menghasut,
memfitna
Bersikap tamak, sombong, busungkan dada
Padahal kau itu hanya makhluk tak berdaya
Mekploitasi air,
daratan, udara di
mayapada
Bahkan kutak-katik korupsi uangnya negara
Adalah peristiwa
keseharian nyata dan fakta
Semua tak bisa lagi ditolerir keberadaannya
Sudah
jauh dari etika
dan perilaku beragama
Wahai manusia
makhluk Khalik Sang Pencipta
Jika Rab kita,
Tuhan kita sirnakan kasih-Nya
Jika Sang Khalik Pencipta Semesta ini murka
Tiada ada makhluk di
dunia mampu menunda
Karena itu, jauhkan perilaku kotor teernoda!
Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 09 Mei 2015│05:27 WIB
KISAH NEGERIi YANG TAK LAGI
BERWIBAWA
Karya: Slamet Priyadi
Inilah
kisah cerita tentang negeri kacau-balau
yang
setiap pagi mentarinya bersinar kemilau
yang
dahulu hutannya begitu lebat menghijau
yang
bermacam satwa dendang riang berkicau
yang sawahnya
bentang luas di semua pulau
yang
penduduknya bersikap ramah memukau
Kini
semua itu seperti sudah tak nampak lagi
Hanya
sang mentari yang senyum sambut pagi
Pancaran
sinarnya merasuk sukma raga jiwani
Sehat
hangat sedikit menyengat terpa badani
Saat
berjalan sendiri tak seorang pun temani
Semua
pergi tinggalah aku bermenung sendiri
Hutan
yang dulu lebat menghijau ganti warna
Bermacam
satwa dulu riang di pohon berduka
Hamparan
sawah nan luas telah berubah rupa
Jadi
gedung tinggi yang berdiri kokoh perwira
bagai
bromocorah berkacak pinggang jumawa
Hiasi
Negeri berantah yang tak lagi berwibawa
Di
antara benar dan salah sukarlah beda dicari
Sebab
kebenaran Tuhan tak lagi jadi acuan diri
Kebenaran
oleh manusialah yang menjadi pasti
Merasa
paling benar di atas kebenaran sendiri
Merasa
paling pintar di atas kepintaran sendiri
Bersikap
angkuh, congkak, tak mau kontrol diri
Negeri
ini memang sudah kacau-balau dan anarki
Seperti
sudah tak ada sosok yang bisa diteladani
Di
hampir semua instansi terlibat kasus
korupsi
Perilaku
koruptif sudah membudaya, mentradisi
Diaktori
oknum pejabat politikus dan organisasi
Kejahatan
kriminal menyebar di seluruh negeri
Akan
tetapi, Nusantara adalah negeriku
tercinta
Di
mana jiwa dan ragaku ‘lah menyatu di dalamnya
Bersama tosan aji mantra sakti Garuda Pancasila
Aku
‘kan terbang layang kembara arung jagad raya
Kuak
mega-mega luluh-lantakkan angkara
murka
Ya,
Tuhan! jauhkan negeri kami dari mala
petaka
Senin, 04 Mei 2015 – 21:08 WIB
SP091257
(Bumi Pangarakan, Bogor)
DI BALIK
REKAYASA KUTAK KATIK KATA
Karya : Slamet Priyadi
Sastra itu, karya imajinasi yang direkayasa
Mengkutak-katik kata-kata jadi satu tema
Menganalisa urai tema jadikan satu cerita
Gambaran empiris yang berdasarkan fakta
Bagus tak bagus
bergantung komposisinya
Indah tak indah ditentukan pada kata-kata
Yang dipilih dan disusun sedemikian rupa
Hingga pancarkan daya keindahan estetika
Kehidupan tanpa keindahan
adalah hampa
Keindahan itu adalah wujud bentuk rupa
Beragam bentuk gores sketsa warna-warna
Pemberian dari Tuhan Sang Maha Pencipta
Dan kitalah yang mengolah, membentuknya
Jadikan warna hitam,
putih, merah, hingga
Hijau, kuning, biru, dan warna yang lainnya
Tuhan, hanya menilai baik buruk karya kita
Tetapi kita teramat seringlah alpa dan lupa
Selalu menganggap karya kita bagus adanya
Berpamrih besar mengharap pujian manusia
Bersikap angkuh, suka carmuk, cari muka
Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 03 Mei 2015 – 1905 WIB
TIADA KESEDERHANAAN DALAM HUJRAHMU
Karya:
Slamet Priyadi
Di mana, di mana, dan di manakah hujrah Nabi?
Ke
mana, ke mana, dan ke manakah hujrah Nabi?
Tempat Nabi
hidup dengan kesederhanaan diri
Tempat Nabi menerima
wahyu dari Ilahi Rabbi
Tempat Nabi berfikir dan selalu merenung diri
Tempat
Nabi atur siasat ‘tuk kebahagiaan hakiki
Hidup
bahagia di dunia maupun di akhirat nanti
Dimana
hujrah tempat Nabi, sekarang ini dimana?
Tempat makan bersama dengan khadam kasihnya
Menambal
terompa dan gamis yang robek nganga
Dan,
dimana, dimana, dimanakah pintu hujrahnya?
Yang
senantiasa selalu terbuka bagi si miskin papa
Dimanakah
gerangan lapik Nabi? dimana, dimana?
Tempatnya
bebaring saat susah, senang, nestapa
Dimanakah
hujrah tempat jenazah Nabi dibaringkan?
Saat
kaum muslimin tua, muda, laki dan perempuan
Rapih
Berbaris berjejer ucapkan selamat perpisahan
Dengan
air mata deras menetes, linang bercucuran
Dengan
rasa nestapa mendalam karena ditinggalkan
Manusia
teladan sejati Muhammad Nabi akhir zaman
Sang
Pencerah, Sang Pembebas belenggu kebodohan
Sekarang
tempat hujrah bersejarah itu sudahlah lenyap
Hujrahnya
yang asli sudah tiada ada lagi sirna menguap
Dan
tiadalah mungkin lagi bisa dijumpai rasa hati kalap
Sebab
‘lah berganti hujrah mewah penuh hias gemerlap
Berhias
emas, bertahtakan ratna manikam kerlip-kerlap
Tak
ada wajah penuh kesederhanaan yang bisa ditatap
Laksana
ajaran Nabi Muhammad yang tegas dan sigap
Maka
di dalam doanya Nabi pun mohon kepada
Tuhan
“Ya,
Allah! Jangan jadikan kuburku berhala kemewahan”
Yang
selalu disembah-sembah, dipuja-puja setiap insan
Dan
itu berarti, Nabi Muhammad tidak
menginginkan
Kuburnya
dipermewah-mewah, apa lagi di keramatkan
Maka,
terapkanlah Islam sesuai dengan acuan ajaran
Yang
telah dicontohkan Muhammad Nabi akhir zaman
Bumi
Pangarakan, Bogor
Minggu, 03 Mei 2015 – 08:10 wib
"ULAR
WELING DI PERIGI BUKIT CIBELING"
Karya: Slamet
Priyadi 42
Saat Surya
pagi pancarkan sinarnya yang putih keperakan
Merasuk
celah-celah jendela bambu bilik kamar peraduan
Dan sentuh
keriput kulit wajahku terasa menghangatkan
Sadarkan aku dari gelap tidur lelap yang
berkepanjangan
Kusingkap
selimut tebal motif tumpal yang lekat di badan
Lalu bangkit
dari amben panjang mata menatap ke depan
Nun, jauh di sana nampak hamparan bukit hijau
Cibeling
Diselimuti
kabut nan putih yang menebari bukit sekeliling
Sang mentari
sembul di balik bukit sang fajar menyingsing
Jalan panjang
berbatu kelak-kelok kitari curamnya tebing
Jernih air
pancuran mengalir di parit solokan menggasing
Bangkitkan
hasrat ‘tuk langkah ke sana obati rasa pening
Dan, aku pun berangkat pergi tanpa alas di
telapak kaki
Berjalan
sendiri langkah mendaki bukit Cibeling yang sepi
Menuruni jalan terjal berbatu, mendaki jalan kelok
tinggi
Di pancuran
sebatang bambu hijau, air mengalir ke perigi
Aku basuhkan
muka bersihkan wajah dan bercermin diri
Dalam
jernihnya air perigi tersembul wajah kotor berdaki
Aku
tersentak, terperangah, wajah itu wajahku sendiri
Tampak jelek,
dipenuhi bintik-bintik kutil tajam berduri
Maka kubenamkan muka selami lagi air di dalam perigi
Di balik batu
hitam, ada ular weling sepanjang dua kaki
Ke luar menjalar berkata seperti berpesan menasehati
“Tuan,
cepatlah kembali, jangan lupa keluarga
sendiri!”
Pesan magis
ular weling sadari aku dari apa yang terjadi
Dengan
pakaian basah kuyup aku pergi tinggalkan perigi
Kembali ke
pondok tua berbilik bambu milik aku sendiri
Sambil
pikirkan dengan segala kejadian yang baru kualami
Tiba-tiba,
aku terjatuh dari amben panjang yang kutiduri
Dan, aku baru
sadar, rupanya semua itu hanyalah
mimpi
Sabtu, 02 Mei
2015 – 18:13 WIB
Slamet
Priyadi 42 di Pangarakan, Bogor
|
BERCERMINLAH PADA PIKIR DAN
RASA
Karya: Slamet Priyadi 42
Aku baringkan tubuh saat kantuk akut sentuh
mata
Di
lamin bambu yang hanya beralas tikar pandan tua
Saat waktu lewat di perut malam pukul kosong dua
Berselimutkan kabut dingin yang rayapi malam
gulita
Serasa tiada ada batas tepi galaukan atma dan rasa
Sementara malam terus berjalan tanpa terang
cahaya
Wajah tengadah ke langit nan pekat sepikan suasana
Dan, aku bercurah pada gelap dalam separuh
masa
Yang tersisa di dalam
jasmani, rohani, jiwa, dan raga
Yang tuntut diri bercermin pada atma, pikir
dan rasa
Kebebasan itu adalah rantai belenggu kesucian
naluri
Mengikat kuat kebenaran bertandang munculkan
diri
Mengekang segala laku
‘tuk berbuat benar dan suci
Melepas nafsu-nafsu angkara murka tak
berbatas lagi
Yang menjerumuskan dan hancurkan bangunan
jiwani
Bercermin pada pikir dan rasa berdasar ajaran
Illahi
Yang selalu lindungi, memproteksi jiwani dan ragawi
‘Tuk berbuat baik, bijak dan bajik tanpa dinasehati
Adalah sikap perilaku terpuji dari dalam lubuk hati
Yang meski diapresiasi dan diekspresikan dalam
diri
Jumat, 01 Mei 2015 – 15:00 WIB
Slamet Priyadi 42 di Pangarakan, Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar