Senin, 06 Juli 2015

"CATATAN PUISI BULAN JULI 1" KARYA KI SLAMET 42

Jalan Setapak
“SUMELANGKU GALAU LARA HATIKU”
Karya: Slamet Priyadi

 Tembang asmarandanaku kuak sepi di malam nan sunyi
Lirih merintih, pedih perih, rasa sumelang  larakan hati
Suara unggas malam,  celepuk hitam menguak rasa sepi
Di  bawah batu dalam semak perdu, di sisi tepian perigi
Katak-katak bangkong  terus berkukuk kong, bernyanyi
Kidung mantra aji turunkan hujan sirambasahkan bumi

Maka  di malam itu,  hujan pun turun dengan derasnya
Sederas air mataku yang mengalir di pipi rasa duka lara
Wujud rasa sumelang galau di kalbu yang tak mau sirna
Yang masih saja mengoyak-ngoyak,  mengiris relung jiwa
Yang hingga kini,  masih saja terasa menggeliat di garba
Sembulkan rasa merindu yang menggebu-gebu  di dada

Di atas tanah basah bersemak di kebun belakang rumah
Serangga malam yang biasa moco tembang kidung indah
Diam sepi tak mau bernyanyi, ikut bersedih dan gundah
Sang kelelawar, codot hitam layang sebat seperti marah
Mangsa laron-laron dan makan habis buah jambu merah
Bunyi suara orong-orong pun terdengar makin melemah

Dalam rasa sumelang, lara, nestapa, dan gundah gulana
Aku pun langkahkan kaki berjalan di malam gelap gulita
Titi telusuri jalan setapak, berkelak-kelok, berpaya-paya
Menuju pesisir Pantai Selatan ‘tuk mencari pelipur lara
Dan, hembus angin malam terasa sejuk dingin di telinga
Sirnakan rasa letih, raibkan rasa samsara, duka nestapa

Di saat jelang pagi tiba,  sampailah aku di pantai pesisir
Semak-semak bakau,  guyat-gayut  diterpa angin semilir
Lirih berdesir menerpa wajahku, air mata pun mengalir
Ingatkan aku kenangan cinta yang masih indah terukir
Hiasi relung jiwaku yang aku rasakan tak akan berakhir
Karena tujuan dan cita-cita masih menngeliat berdesir

Meski segalanya serasa panas laksana air yang mendidih
Meski hati ini lirih merintih terasa semakin pedih, perih
Aku akan tetap berupaya keras, berjuang dengan gigih
Sebab kehendak dan cita-cita, memang haruslah diraih
Dengan semangat juang yang tinggi,  penuh ketabahan
Penuh kesabaran dan penuh pula dengan ketawakalan

Bumi Pangarakan, Bogor
Selasa, 07:54 - WIB


Tokek  Ingarkan Aku sholat lima waktu

“TOKEK ITU INGATKAN AKU SHOLAT LIMA WAKTU”
Karya : Ki Slamet 42

Ada seekor tokek di atap rumahku yang selalu saja berbunyi
Saat jelang waktu Isya, Subuh, Lohor, Maghrib, yang diawali
Dengan bunyi suara  seperti orang sedang tertawa,  dua kali
Lalu berbunyi,  tokek,  tokek,  tokek, tokek, tokek, lima kali
Seperti meingatkanku, untuk lakukan kewajiban yang hakiki

Tokek itu  memiliki tubuh  seperti tokek-tokek yang lainnya
Berwana putih krem dihiasi bentuk tutul cokelat gula Jawa
Sembunyi  di balik atap muncul merayap saat akan bersuara
Mengigatkan aku dan semua orang yang ada dalam keluarga
Agar tiadalah lupa sholat lima waktu Rukun Islam yang lima

Saat aku buka puasa minum seteguk kopi dan makan kurma
Aku lihat tokek itu kembungkan perut, mulutnya menganga
Tokek itu  berbunyi lagi,  keras  dan lantang sekali suaranya
Hingga terasa getarkan dada,  bulu romaku bergidik jadinya
Kedua matanya mendelik ke arahku, seperti bicara berkata:

Jika tuan tidak melakukan sholat, puasa tuan percuma saja
Tak akan dapat pahala karena sholat itu adalah yang utama
Kewajiban setiap manusia kepada  Sang Khaliknya  di dunia
Yang tak bisa ditinggalkan ke mana pergi dimanapun berada
Meski dalam keadaan apa pun, sehat, sakit, tua atau muda

Bumi Pngarakan, Bogor
Minggu, 05 Juli 2015 – 16:43 - WIB


Ki Slamet 42
  
 “PERILAKU ITU AKAN BERUBAH DI SETIAP WAKTU”
Karya : Ki Slamet 42

Aku terjaga dari tidur lelap di saat sinar sang Surya pagi itu
Menembus jendela kaca kamar tidurku yang berdinding biru
Cahayanya hangat sengat terpa raut wajah keriput nan layu
Bagai kusen jendela yang mulai keropos dimakan rayap kayu
Gambaran wajah yang simpan banyak kisah laku di masa lalu
Tentang iman dan taqwa yang kini berubah dirampas waktu

Laku salehku secara vertikal horisontal telah jauh melompat
Mencelat entahlah ke mana tanpa bisa kucekal dan kucegat
Tak pernah lagi sholat,  jika dinasehat selalu gigih mendebat
Masuk ke lubang berlumpur noda bergumul dengan maksiat
Bersikap angkuh pada sesama dan suka sekali berbuat jahat
Palingkan muka,  busungkan dada di saat berjumpa sahabat

Tak mau kalah main perintah lakukan korupsi saat menjabat
Merasa palinglah kuat tiap ada kesempatan selalu mengerat
Bermuka merah, mulut suka berserapah matanya menjelalat
Pelotot sana pelotot sini berkacak pinggang macam pegulat
Mencengkeram membanting lawan hingga sampailah sekarat
Tak disadari bahwa yang dilakukannya itu jahat akan kualat

 Batin dan hati kecilku sebenarnya inginkan seperti dahulu
Saat kecil, lantunkan azan, bersama teman sholat di surau
Mencari kayu bakar, mengisi kolam, mengaji di rumah guru
Kendati salah membaca dipukul rotan kadang kayu bambu
Aku tetap jalani dengan senang hati,  karena aku tahu itu
Semua semata-mata hanya karena ‘tuk bekal rohani jiwaku

Sabtu, 04 Juli 2015 – 12:50 WIB
Ki Slamet 42 di Bumi Pangaran, Bogor
 
 
Syeh Siti Jenar

“AJARANMU ITU SESAT DAN KELIRU”
Karya : Ki Slamet 42

Mengapa kau merasa pandanganmu benar Siti Jenar?
Bahwa  kehidupan manusia di alam dunia marcapada
Sesungguhnya adalah hidup berada di alam kematian
Yang terdiri atas kehidupan  di syurga dan di neraka
Sebagaimana dasar acuan pikirmu, dalil Samarkandi:
“Amal mayit  pikruhi  fayatiju  kabilihu” yang berarti,
Sesungguhnya orang mati,  menemukan jiwa raganya
Dan,  akan memperoleh  pahala  syurga serta neraka
Dalam bentuk rasa suka bahagia, dan rasa duka lara
Yang dijalaninya di alam kematian, kehidupan dunia

Dalam pandanganmu hidup yang masih ada akhirnya
Seperti hidup di alam marcapada ini,  sesungguhnya
Bukan kehidupan melainkan kematian,  oleh  karena
Setiap yang hidup berakhir dengan mati adalah fana
Hidup itu  abadi,  ia selalu ada dan tak ada akhirnya
Hingga ke empat muridmu yang pandai  berprabawa
Ki Bisono Ki Danabaya Ki Canthula, Ki Pringgabaya
Yang cerdas, pintar, dan pandai itu berpikiran sama
Bahwa, dunia ini  adalah  alam kematian  yang hanya
Banyak berisi keburukan, kesialan, nestapa, samsara

Menurut pandangan pikirmu dalam alam dunia fana
Yang adalah alam kematian,  manusia  dipenuhi dosa
Siang dan malam bergumul dengan panas api neraka
Tidur berselimutkan rasa sehat dan sakit perih luka
Siang bergumul dengan rasa lelah, lapar dan dahaga
Lain halnya apabila ‘lah bebas lepas dari alam dunia
Dari alam kematian,  manusia akan hidup sempurna
Menuju ke alam kelanggengan hidup kekal dan baqa
Yang tak ada pagi, siang, sore,  atau malam hari tiba
Kehidupan yang sebenarnya tidak ada awal akhirnya

Akibat pengaruh ajaran sesatmu bersama muridmu
Banyak  yang mengulah ngelmu  dengan berperilaku
Berbuat onar, bermabuk-mabukan,  membunuh  keji
Berbuat teror di sana sini bahkan sampai bunuh diri
Yang dipengaruh  ajaran religi sesat agar cepat mati
Untuk segera menuju ke alam kehidupan yang sejati
Hidup sebenar-benarnya hidup di alam lestari abadi
Yang tak lagi mengenal  duka nestapa,  lara samsara
Yang dipenuhi gelimang nikmatnya rasa  swargaloka
Menyatu di dalam Zat Rab Maha Kekal Maha Baqa  

Jumat, 03 Juli 2015 – 12:08 WIB
Ki Slamet 42 di Kp. Pangarakan, Bogor


Geliat Cahaya Sang Surya
 
“GELIAT CAHAYA  SANG SURYA“
Karya :  Ki Slamet 42

Cahaya Surya pagi itu, berwarna putih keperakan
Sinarnya memancar menyelimuti bumi Pangarakan
Burung emprit mencicit di atas ranting dan dahan
Melantunkan tembang asri alam penuh keindahan

Cahaya Surya itu panaskan bumi saat tengah hari
Begitu menyengat, tubuh ini laksana terbakar api
Persawahan kering, burung-burung terbang pergi
Sungai Sadane pun keringlah tiada ada berair lagi

Cahaya Surya itu pun  mulai meredup di sore hari
Sinarnya tidak lagi menyengat seperti di siang hari
Sedikit demi sedikit, air Sadane pun  mengalir lagi
Suburkan persawahan tumbuhan alam pun berseri

Cahaya Surya itu, mulai terbenam di jelang petang
Sinarnya berwarna merah nampak terkesan berang
Melihat orang-orang di jalan yang masih lalu-lalang
Seperti tak dengar azan panggilan tuk sembahyang

Cahaya Surya itu, tiada nampak lagi di saat malam
Tenggelam di balik gunung  Gede yang menghitam
Seperti raksasa Rukmuka, Rukmakala muka hitam
Sang pemangsa, penghasut manusia ke alam kelam

Bumi Pangarakan, Bogor
Kamis, 02 Juli 2015 – 09:25 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar