DI SAAT JIWA LAYANG KEMBARA
Karya : Slamet Priyadi 42
Saat
rasa kantuk itu menjalar perlahan di mata
Saat
malam pun semakin diselimuti gelap gulita
Ada
bisik-bisik gaib mengiang-ngiang di telinga
Agar
aku pejam mata sirnakan kesadaran raga
Maka
‘ku baringkan tubuh dan pejamkan mata
Tidur
terlentang, silang kedua tangan di dada
Jasad
beku jiwa pun suka-suka layang kembara
Arungi
alam kekosongan nan sunyi sepi, hampa
Aku
seperti berada di suatu alam yang tak ada
Tak
ada tanah, air, api, udara, hewan, manusia
Tak
ada pikir dan rasa, tak ada suka dan duka
Dan,
jiwaku pun seperti menyatu di dalamnya
Di
dalam perjalanan akhir jiwa layang kembara
Jiwaku
pun kembali bersemayam ke dalam raga
Kesadaranku
pun kitari di alam pikir dan rasa
Di
alam ketiadaan hanya atma Tuhan yang ada
Bumi Pangarakan, Bogor
Minggu, 31 Mei 2015 – 01:WIB
“PANASNYA CUACA DI BULAN MEI”
Karya : Slamet Priyadi 42
Panasnya sinar sang Mentari bulan Mei di sepanjang pekan ini
Keringkan tumbuhan rumput ilalang yang berjejer layu lunglai
Di tepi sisian selokan yang airnya pun tak mengalir lancar lagi
Ikan-ikan cecere tak bisa bergerak bebas bahkan banyak mati
Ular-ular air tak mau menyantapnya sebab cecere terasa basi
Sudah tiga pekan panas Surya masih serasa membakar bumi
Air kali Cisadane yang mengalir jernih untuk cuci dan mandi
Juga kering hanya pasir batu yang berserakan di tengah kali
Tidak ada lagi bunga warna-warni yang tumbuh indah di tepi
Merona terpercik gemercik air Cisadane yang semakin sunyi
Hamparan sawah yang membentang luas tiada dipenuhi padi
Yang nampak dari kejauhan hijau-kekuningan di waktu pagi
Burung-burung pipit yang biasa melayang-layang kian kemari
Tak lagi nampak hiasi luasnya persawahan yang semakin sepi
Dan, burung-burung bangau pun hilang entah kemana pergi
Nyanyian katak bangkong yang berkwek kong di malam hari
Tak pernah terdengar lagi memecah heningnya malam sunyi
Yang terdengar hanyalah suara kendaraan yang tiada henti
Bersenandung parau di sepanjang siang, malam, hingga pagi
Merayap perlahan di atas jalan rusak berlubang bagai perigi
Cuaca panas terik yang datang di di hampir empat pekan ini
Setelah sebelumnya hujan deras terus guyur seluruh negeri
Langsung maupun tak langsung pengaruhi sikap laku insani
Di dalam hadapi masalah keluarga, masyarakat dan instansi
Apa lagi situasi politik di dalam negeri nampak makin anarki
Utan Kayu Selatan,
Minggu, 24 Mei 2015 – 16:18
WIB
KAU SEMAPUT AKU YANG KALANG
KABUT
Karya : Slamet Priyadi 42
Aku jadi tidak mengerti tiba-tiba saja kau semaput
Jatuh
tersungkur tidur mendengkur di atas rumput
Aku
jadi bingung jalan mundar-mandir kalang kabut
Tapi
untung saja aku ingat di tasku ada minyak urut
Kuborehkan
minyak kuurut pundakmu dengan sikut
Sebentar
kau pun sadar wajahmu pun tak lagi kusut
Dan
kita pun lanjutkan lagi jalan kaki menuju krukut
Untuk
berobat di rumah abah Sukma asli dari Garut
Pendekar
sakti yang bisa obatin segala penyakit akut
Kena
teluh, santet, guna-guna yang bisa bikin
maut
Jadi
hilang cuma dengan kunyah daun sirih di mulut
Sambil
kumat-kamit baca mantra penolak bolokemut
Di
trotoar jalan bawah pohon syeri ada nenek keriput
Yang
sedang makan nasi uduk pengisi laparnya perut
Pakaian
cumpang-camping rambut panjang awut-awut
Meski
debu berterbangan di jalan membentuk
kabut
Nenek
tua itu tetap makan nasi uduk dengan ngebut
Karena
perutnya lapar tak bisa lagi diajak bersambut
Ketika
lalu-lintas di jalan semakin macet semerawut
Tiba-tiba
kau tersungkur lagi dan pingsan semaput
Untung
saja pas sampai di rumah abah Sukma Garut
Yang
cepat datang bantu mengangkat dan mengurut
Abah
sukma usap pundakmu dua kali berturut-turut
Sebentar
kau sadar meski wajah masih nampak kisut
Persis
pukul dua belas siang tepat tengah hari bolong
Aku
ajak kau untuk pulang kampung saja di Cikalong
Karena
udara dan cuaca di Jakarta tak bisa
sokong
Keadaan
fisikmu yang lemah masih suka merongrong
Ditambah
di tiap instansi di jalan sepi banyak garong
Aku
tak mau lagi kau semaput aku yang kalang kabut
Rabu, 20 Mei 2015 – 09:42 WIB
Slamet Priyadi di Bumi Pangarakan, Bogor
“BERSIKAPLAH AMANAH”
Karya : Slamet
Priyadi 42
Tahun Dua Ribu
Lima Belas yang penuh antrak-intrik ini
Suasana politik kian panas penuh dengan sarkasmerisasi
Para
pejabat dan para
politisi bertengkar penuh emosi
Mereka saling hujat berkata-kata kasar tak ada etika
lagi
Saling
berargumentasi mengacu kebenaran diri sendiri
Saling bersilat lidah tak mau mengalah dalam adu
strategi
Tebarkan fitnah di segala ranah bertopeng senyum ramah
Gunakan selimut putih penutup ekspresi kotornya wajah
Seperti sang Dorna dan si Sangkuni yang berkacak gagah
Hinakan para Pandawa dan Drupadi yang berdadu kalah
Di balairung istana kerajaan Astina yang indah nan
megah
Padahal cuma rupa wujud jiwa yang korup, buruk, lemah
Wahai para pemimpin neggeri, jadilah pemimpin amanah
Wahai para pejabat, jadilah pejabat bersih dan amanah
Wahai para politisi, jadilah politisi beretika dan
amanah
Wahai penegak hukum, jadilah penegak hukum amanah
Wahai para pengamat,
jadilah pengamat ramah amanah
Wahai para media, jadikanlah media berita yang amanah
Kita dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia
Berdasar UUD ‘45 dan Pancasila berbhineka tunggal ika
Meskipun berbeda suku bangsanya, berbeda-beda agama
Berbeda-beda bahasanya, berbeda-beda pula budayanya
Tapi kita tetaplah satu, bangsa Indonesia yang merdeka
Bersatulah bangsaku, jayalah negeriku, jayalah
Indonesia
Bumi
Pangarakan, Bogor
Sabtu, 16 Mei
2015 - 19:33 WIB
“KONSEP AGAMA DALAM MATEMATIKA”
( A n t
a r a P l u s d a n M
i n u s )
Karya : Slamet Priyadi
Ada
acuan hitung-hitungan menurut matematika
Ilmu
yang konsep berpikirnya berdasarkan logika
Logis
matematis dan bisa dibuktikan secara fakta
Menurutku
harus dikritisi secara matematik pula
Mungkin
saja pendapatku ini tidak logis eksakta
Mari
kita bahas, satu ditambah satu hasilnya
dua
Dan,
satu dikalikan dua pun hasilnya ada dua juga
Empat
dibagikan dua hasilnya berjumlah dua juga
Itu
cuma hitung-hitungan yang paling sederhanya
Di sekolah dasar kita pasti telah mempelajarinya
Marilah
kita kaji bersama tentang plus dan minus
Tentang
ilmu hitungan matematik yang tergenius
Terkonsep, plus dikalikan plus hasilnya tetap plus
Dan,
jika minus dikalikan minus maka jadilah plus
Jika
plus dikalikan minus, hasilnya menjadi minus
Sekarang
kita pikirkan secara logika matematika
Plus
itu ada, angkanya ada 1, 2, 3 dan seterusnya
Angka-angka
itu pun bisa dibuktikan secara nyata
Contoh,
1 buah apel 2 buah kepel 3 buah mangga
Plus dikalikan plus, hasilnya plus, itu fakta nyata
Sekarang,
mari kita beralih bicara tentang minus
Minus,
suatu bilangan angka yang tak bisa serius
Bilangan
angkanya saja minus lebih kecil dari nol
Angka
nol saja, bendanya tak bisa terlihat nongol
Apa
lagi minus yang notabene lebih kecil dari nol
Minus
itu ada tak berujud tak nampak bendanya
Hanya
bisa dibayangi dalam bentuk simbol-simbol
Tapi
saat minus dikalikan minus hasil bisa jadi plus
Plus
itu ada, semestinya menjadi semakin tak
ada
Itu
konsep matematika yang utamakan pikir logika
Jika
begitu adanya, berarti dalam ilmu matematika
Pun
akui sesuatu yang tidak memiliki konsep logika
Irasional
tak masuk akal tak bisa dibuktikan nyata
Ya,
memang! Di dalam referensi ilmu
matematika
Bilangan
itu, disebutnya dengan bilangan irasional
Suatu
bilangan yang sama sekali tidak masuk
akal
Dari
analisa tersebut di atas maka bisa kita simpulkan:
Kesimpulan pertama...
Ilmu
matematika meskipun mengedepankan logika
Miliki
konsep dasar satukan logika dan non logika
Matematika
miliki sketsa pikir tentang kehidupan
Dari
tak ada lalu menjadi ada dan kembali tak ada
Kesimpulan kedua...
Minus
itu negatif, dan kebanyakan orang-orang
Mengidentikkannya
dengan perbuatan yang buruk
Tetapi
kenyataannya dan faktanya dalam kehidupan
Sering
sesuatu yang kita anggap buruk dan negatif
Faktanya,
justru sebaliknya adalah baik dan positif
Selanjutnya
sesuatu yang kita anggap baik dan positif
pada
kenyataannya justru tidak benar malah negatif
Kesimpulan ketiga...
Jelasnya, antara plus dan minus, antara
positif dan negatif
Antara
kebaikan dan keburukan selalu berjalan bersamaan
Selalu
berjalan beriringan, akan selalu berjalan berdampingan
Akan
selalu bersatu, selalu bersama-sama
dalam satu ikatan
Dalam
keseimbangan di sepanjang waktu di sepanjang zaman
Kesimpulan keempat...
Keduanya
adalah harmoni hitam putih dalam satu kesetaraan
Buat
dunia ini jadi berwarna indah dipenuhi roman kehidupan
Bagai
instrumen musik piano terdiri atas tut putih, tut hitam
Seperti
wayang Semar yang berwajah putih, berbadan hitam
Seperti
sebuah komposisi lukisan yang penuh warna-warna
Merah,
putih, hitam, biru, kuning, hijau, Jingga dan lainnya
Kesimpulan kelima...
Dan
memang, kehidupan itu adalah sketsa warna-warna
lukisan
semesta karya Sang Maha Pencipta, Maha Segala
T
u h a n !
Bumi Pangarakan, Bogor
Jumat,16 Mei 2015 - 12:20 WIB
( SP091257 )
“ALAM PUN IKUT MERADANG”
Karya : Slamet Priyadi
Saat lampu listrik itu padam di tengah malam
Suasana
gulita pun terasa semakin mencekam
Rupa
Sang Putri Dewi malam nampak muram
Bercadar
selimut kabut bertabir awan hitam
Tiada
lagi sinar keemasan di peraduan malam
Semua
yang ada nampak semakin menghitam
Sehitam
suasana hati yang terasa jadi geram
Lihat
tingkah polah laku manusia kotori alam
Riak
air sungai Cisadane yang mengalir searah
Sentuh
bebatuan percik rona-rona raut wajah
Memercik
air merah disengat bau anyir darah
Ayam-ayam
potongpun melolong raiblah wajah
Sementara
kelelawar hitam keluar dari sarang
Kepakkan
sayapnya terbang layang liar garang
Sergap
mangsa sang laron nyawa pun melayang
Tinggal
sang katak hatinya pun jadi meradang
Suara
serangga orong-orong di pohon singkong
Lolong
anjing pengalasan terus menggonggong
Adalah
kidung nyanyian kloro-loro bolo katong
Yang
tiada pernah henti terus saja merongrong
Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 16 Mei 2015 – 07:38 WIB
KIDUNG LARA KALI SADANE
Karya: Slamet Priyadi
Gemericik air
kali Sadane yang membentur batu
Bunyi
suara kemerisik daun-daun pohon bambu
Bunyi jangkrik yang terus mengerik di balik kayu
Bunyi
orong-orong dan kodok-kodok bangkong
Bunyi
suara rintihan anjing hutan yang
melolong
Adalah konserto
simphoni kloro-loro bolo kalong
Sementara manusia pongah, tamak, dan serakah
Masihlah
seperti vampir-vampir penghisap darah
Berjalan
dada kepala tengadah pamerkan gagah
Siapa
mencegah disumpah serapah sampai kalah
Sebab
di belakangnya ada uang harta berlimpah
Yang
bisa tentukan sang pembenar jadilah salah
Kidung Sadane
harmoni kehidupan mimpi bolong
Ungkapan
rintihan alam yang kosong melompong
Dibalak,
digasak, dirusak, oleh sang para garong
Maka
luluh lantaklah lingkungan di segala ranah
Alam
rusak dieksploitasi sungai dicemari limbah
Bermacam-macam
ragam sampah melimpah ruah
Muak
saksikan segala tingkah polah para bucirit
Yang tak mau berhenti dan
terus saja menggigit
Sebelum perut menjadi tambun dan membuncit
Maka, ku langkahkan
kaki turuni tepian Sadane
Melalui jalan
setapak berundag batang kayugede
Dan, di atas sebongkah batu sebesar kerbo bule
Aku baringkan tubuh kepala tengadah
ke akaca
Langit
biru yang berhiaskan sang Dewi Purnama
Berjuta
kemintang kerlap-kerlip indahnya kejora
Cahyanya
sejukkan
hati nan lara gundah gulana
Raibkan atma carut padamkan bara
api di dada
Sirnakankan
rasa amarah yang bergejolak di jiwa
Bumi Pangarakan, Bogor
Jumat, 15 Mei 2015│21:45 WIB
“ D I A ”
Karya : Slamet
Priyadi 42
Pada awalnya hanyalah kosong dan hampa semata
Kosong hampa tak ada bentuk rupa hanyalah Dia
Yang keberadaan-Nya tak ada awal dan akhir-Nya
Maka atas kuasa dan kehendak Dia tercipta ada
Adanya alam langgeng baka dan alam sementara
Pada alam kelanggengan baka neraka, tempatnya
Manusia-manusia durjana penuh angkara murka
Pada alam kelanggengan baka swarga, tempatnya
Manusia-manusia yang berbudi luhur, suci mulia
Pun ada alam maya sementara, alam marcapada
Pada alam fana
di alam marcapada, tempatnya
Manusia-manusia
berolah atma, pikir dan rasa
Kelola
lingkungan tumbuhan, khewan, manusia
Di dalam umbar segala nafsu-nafsu jasmani raga
Ataukah naluri hati nurani putih bersihnya jiwa
Dan semua yang ada segala makhluk ciptaan-Nya
Haruslah tunduk dan patuh pada perintah-Nya
Sebab Dialah Sang Maha Raja adil seadil-adilNya
Penentu baik-buruknya, benar-salahnya manusia
Sebagai khalifah di bumi maya, alam marcapada
Bumi
Pangarakan, Bogor
Kamis, 14 Mei
2015 – 22:35 WIB
“MENYATULAH DALAM KASIH TUHAN”
Karya : Slamet Priyadi 42
Awal
mengkaji referensi religi ialah kepercayaan
Diyakini
secara imani dan akali bagi setiap insan
Jangan
baur dengan ragu sangkaan dan dugaan
Sebab
kepercayaan adalah landas utama pijakan
Yang
diseru utusan Tuhan untuk insan ciptaan
Di
dalam segala gerak melangkah hidup manusia
Harus
dilambari dengan kokohnya yakin percaya
Dengan
kasih dan kuasa Tuhan Maha Pencipta
Yang
dengan adaNya kita semuanya menjadi ada
Yang
berkat adaNya, kita berada di marcapada
Dan,
kita semua pun alami derita, duka nestapa
Kemana
pergi tak bisa melepas belenggu samsara
Karena
segala nafsu dunia terus saja menggelora
Berontak-rontak
keras meronta-ronta dalam jiwa
Tak
bisa diredam apalagi dipendam di dalam rasa
Maka,
hanya dengan kasih dan kuasa Tuhan saja
Segala
penderitaan dan kesengsaraan hidup sirna
Berubah
berganti rasa, jadikan suka dan bahagia
Karena
segala kehendak keinginan di ranah jiwa
Jadi
berwujud nyata di alam maya maupun baka
Maka,
hidup dan menyatulah dalam kasih Tuhan
Dalam
keyakinan kepercayaan akan kuasa Tuhan
Kasih
pada sesama insan, kewan, alam tumbuhan
Lenyapkan,
segala kesombongan dan kedumehan
Yang
bisa buat kita terperosok dalam kehancuran
Kamis, 14 Mei 2015 – 08:07 WIB
Bumi Pangarakan, Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar