“SUMERINGAH DALAM KONA’AH”
Karya: Ki Slamet Priyadi 42
Betapa bahagia bisa tersenyum sumeringah
Karena di pagi hari ini, cuaca begitu cerah
Sang Dewa Surya nampak berwajah ramah
Bersinar kemilauan sapa bumi ranah tanah
Sang Dewi Pertiwi pun jadi merona wajah
Geliat terpikat tersenyum tertawa meriah
Sementara keadaan suasana dalam rumah
Harmoni keluarga yang sakinah warahmah
Terus senandungkan kidung-kidung indah
Ekspresikan dan aplikasikan sikap konaah
Ikhlas beraktifitas hanyalah karena Allah
Ikhlas menerima susah hanya karena Allah
Ikhlas dan kona’ah adalah perilaku ibadah
Lakukan segala amalan cuma karena Allah
Ikhlas dalam menerima bermacam musibah
Karena di dalam musibah pasti ada hikmah
Ikhlas di dalam menerima
rahmah hidayah
Semata harap ridhaNya dan jiwa berserah
Akhirnya, kusemai kona’ah dalam marwah
Jadikan harta berlimpah untuk beribadah
Selalu sumeringah di
dalam sikap kona’ah
Singgah menebar dan memancar di wajah
Menjadi energi yang kuat ‘tuk melangkah
Dalam arungi kehidupan yang serba salah
Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 06 Juni 2015 – 11:50
WIB
“ADA ULAR HIJAU DI RANTING
CINGCAU”
Karya: Ki Slamet Priyadi 42
Ada ular hijau menjalar melingkar di ranting cingcau
Merambat ke dalam rumah lewat jendela kayu bakau
Menyusup ke dapur seikat kacang panjang dijangkau
Samarkan tubuhnya sehingga tak bisa segera dihalau
Sebab kacang panjang dan ular sama berwarna hijau
Saat istriku ke dapur hendak rajang kacang panjang
Untuk buatkan aku sayur kesukaan, tumisan kacang
Ia berteriak kaget panggil aku dua kali akang, akang!
Aya oray aya oray! Ada ular hijau di kacang panjang!
Aku pun lompat sebat, cepat ambil golok di ranjang
Ku tatap oray sambil baca mantra aji penangkal ular
“Cetkirono, kongkone Dewi Awa, tawa, tiwi, tawar”
Sang ular hijau pun turun perlahan menjalar ke luar
Tetapi aku berkeputusan tak mau ambil resiko besar
Maka kutebas tubuh sang ular sehingga menggelepar
Aku ambil tubuh ular, kubawa ke luar lalu aku bakar
Menebar aroma prengus bau hangus tubuh sang ular
Dari tubuh sang ular hijau yang mati terbakar keluar
Asap berwarna hitam kehijauan, mengepul melingkar
Seperti berkata penuh amarah berpesan kasar gahar
“Tuan begitu kejam terhadap sesama makhluk hidup
Padahal tubuhku ini sudah renta dan mulai meredup
Bisa dan racunku pun sudah hilang, lenyap terhirup
Dihisap manusia pembantai
yang hatinya tertutup
Oleh nafsu tamak yang selalu ingin semuanya diraup
Bumi Pangarakan, Bogor
Kamis, 04 Juni 2015 – 22:49
WIB
“MANTRA AJIKU
PANCASILA SAKTI”
Karya: Ki Slamet 42
Aku miliki lima pusaka
mantra aji Pancasila sakti
Yang kokoh bersemayam di
jantung sang Rajawali
Kepakkan sayap Garuda
mengayomi bumi pertiwi
Gebyarkan nilai budaya ramah
sumeringah negeri
Yang mampu mengguncang
seluruh persada bumi
Mantraku digjaya perkasa nan
sakti mandraguna
Garuda Pancasila sakti yang bhineka tunggal ika
Garuda Pancasila sakti yang bhineka tunggal ika
Yang dijadikan dasar Negara
Republik Indonesia
Di dalam berupaya membangun
negeri Nusantara
Membangun bangsa yang
berdaulat dan merdeka
Mantra ajiku cuma satu hanya
Garuda Pancasila
Yang sayapnya
panjang terbentang seluas dunia
Bunyi gaung suaranya
getarkan alam marcapada
Yang kesaktiannya terbukti
ampuh jaya kawijaya
Jadi pedoman bermasyarakat
berbangsa bernegara
Berkiprah di dalam
aktifitas perilaku Ketuhanan
Berkiprah di dalam aktifitas
bangun Kemanusiaan
Berkiprah dalam
aktifitas bangun rasa Persatuan
Berkiprah dalam aktifitas
bangun jiwa Kerakyatan
Berkiprah di dalam aktifitas
bangun rasa Keadilan
Bumi Pangarakan, Bogor
Selasa, 02 Juni 2015 – 18:03 WIB
“GETAR-GETAR CINTA YANG TAK
MAU SIRNA”
Karya: Ki Slamet 42
Ada
getar-getar cinta berdetak keras di dalam dada
Berdenyut-denyut
tak pernah susut terus bergelora
Ketuk
irama nada melodi cinta kidung duka nestapa
Tentang
kenangan lama cerita pupusnya rasa asmara
Yang
tak pernah terwujud nyata di alam marcapada
Yang
terus saja tak mau henti mengoyak relung jiwa
Kucoba
melupakan segala kenangan cinta bersamamu
Menyepi
bermesu diri kembara ke alam imajinasi semu
Layang
kembara ke alam kama-kama bayangkan dirimu
Menapak
tilas alas Parigi mendengkur di hutan bambu
Namun,
gelora rasa merindu semakin terasa menggebu
Lutfia
bayang wajahmu selalu saja datang mengganggu
Sungguh,
getaran-getaran cinta ini telah membelenggu
Begitu
kuat melekat ketat mengikat daya pikir rasaku
Hingga
jiwa dan raga rasa tersiksa dalam neraka kalbu
Terasa
sakit, pedih, perih bagai dikoyak-koyak sembilu
Padahal
sudah tiga puluh delapan tahun telah berlalu
Namun
kenangan itu tak jua mau sirna dari ingatanku
Kini
aku sadari, kehidupan adalah sketsa garis warna
Lukisan
semesta karya, Tuhan Sang Maha Pencipta
Yang
oleh keadilan-Nya, karena kasih dan sayang-Nya
Setiap
orang miliki garis hidup, memiliki warna-warna
Yang
menumbuhkan memunculkan macam romantika
Atas
ketentuan dan seizin dari Tuhan Yang Maha Esa
Bumi Pangarakan, Bogor
Senin, 01 Juni 2015 – 22:57 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar